Page 329 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 NOVEMBER 2020
P. 329

Gubernur Jawa Tengah  (Jateng) Ganjar Pranowo misalnya, dia memutuskan UMP 2021 naik
              3,27%  menjadi  Rp  1.798.979,12.  Gubernur  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  (DIY),  Sri  Sultan
              Hamengkubuwono X (HB X) juga menetapkan UMP 2021 naik 3,54% menjadi Rp 1.765.000.

              Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil jalan tengah. Bagi perusahaan yang tidak
              terdampak COVID-19 wajib menaikkan UMP 2021 di Jakarta menjadi Rp 4.416.186,548 atau naik
              3,27%, sedangkan bagi perusahaan yang terdampak pandemi boleh mengikuti Menaker dengan
              menetapkan UMP tahun depan sama dengan tahun ini.

              Kemudian Sulawesi Selatan juga memutuskan untuk menaikkan UMP 2021 sebesar Rp 62 ribu.

              Itu  artinya  4  provinsi  di  atas  tidak  mengikuti  Surat  Edaran  Menteri  Ketenagakerjaan  Nomor
              M/ll/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi COVID-
              19 yang mana UMP 2021 ditetapkan sama dengan 2020. Bolehkah? Mengacu pada UU No. 13
              Tahun 2003 atau pun UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa menetapkan upah minimum adalah hak
              prerogatif  gubernur.  Sehingga  bisa  saja  gubernur  menetapkan  UMP  tidak  sesuai  dengan  SE
              Menaker.

              "Upah  minimum  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  ditetapkan  oleh  Gubernur  dengan
              memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota," bunyi
              pasal 89 ayat 3 yang dikutip detikcom, Minggu (1/11/2020).
              Sebelumnya Menaker Ida Fauziyah juga sudah mengatakan bahwa SE yang ia terbitkan hanya
              sebagai patokan atau panduan bagi para gubernur dalam mengatasi dampak COVID-19. Apabila
              ada daerah yang tidak mengikuti SE tersebut, artinya sudah mempertimbangkan berbagai hal
              dan melalui kajian yang mendalam mengenai dampak COVID-19.

              "Apabila  ada  daerah  yang  tidak  mempedomani  SE  tersebut  dalam  penetapan  UM-nya,  hal
              tersebut tentunya sudah didasarkan pada pertimbangan dan kajian yang mendalam mengenai
              dampak  COVID-19  terhadap  perlindungan  upah  pekerja  dan  kelangsungan  bekerja  serta
              kelangsungan usaha di daerah yang bersangkutan," kata Ida kepada detikcom beberapa hari
              lalu.

              Hal yang sama juga dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia
              (OPSI),  Timboel  Siregar.  Menurutnya,  bukan  kali  pertama  ini  saja  ada  gubernur  yang  tidak
              mengikuti SE Menaker dalam menetapkan UMP.

              "Saya menilai SE Menaker tersebut adalah sebuah himbauan dan bukan sebuah regulasi yang
              wajib  dipatuhi  Gubernur.  Hal  ini  kerap  kali  terjadi  di  tahun-tahun  sebelumya,  SE  Menaker
              mengimbau dan meminta 8% tetapi ada gubernur yang menetapkan kenaikan UM lebih dari 8%.
              Ini biasa terjadi dari tahun ke tahun," ujarnya.






















                                                           328
   324   325   326   327   328   329   330   331   332   333   334