Page 196 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 196
TERANCAM UU CIPTAKER, PETANI SAWIT AKAN DEMO KE JOKOWI
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berencana menggelar demonstrasi langsung
ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) bila penolakan terhadap UU Cipta Kerja dan rencana
penerbitan aturan turunan tidak didengar. Penolakan terkait kebijakan di sektor lahan
perkebunan sawit rakyat.
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan penolakan sebenarnya sudah disampaikan
langsung ke Jokowi dan sejumlah menteri terkait. Hanya saja, belum mendapat respons yang
mensinyalkan pertimbangan pemerintah terhadap perubahan rencana aturan di UU Cipta Kerja
dan aturan turunannya.
"Kami sudah melakukan tahapan surat menyurat ke presiden dan kalau ini tidak ditanggapi,
maka kami akan melobi DPR. Kalau tidak bisa juga setelah RPP keluar, apa boleh buat, ini sudah
setuju 22 provinsi kita turun ke Jakarta (Istana Kepresidenan)," kata Gulat dalam konferensi pers
virtual, Rabu (23/12).
Untuk diketahui, para petani sawit menolak ketentuan pemerintah terkait sektor pertanian yang
tertuang di UU Cipta Kerja paragraf 3 dan pasal-pasal di dalamnya. Intinya tertuang di Pasal 14
ayat 1 yang menuliskan bahwa pemerintah pusat menetapkan batasan luas maksimal dan
minimum penggunaan lahan untuk usaha perkebunan.
Ketentuan ini turut mengatur soal penggunaan lahan di kawasan hutan. Padahal menurut
Apkasindo, perkebunan sawit rakyat yang terindikasi dalam kawasan hutan dengan usia kebun
5-37 tahun biasanya sudah dilengkapi legalitas surat jual beli yang dibuat di hadapan kepala
desa, camat, sudah melakukan pembayaran PBB, sudah memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya
(STDB) hingga Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Pekebun sawit rakyat tidak memahami regulasi-regulasi terkait kehutanan dan tidak punya
pengetahuan dan akses tentang status lahan yang mereka tanami dan melakukan pengecekan
koordinat memakai alat GPS, berbeda dengan korporasi," ucapnya.
Selain itu, pemerintah juga ingin perkebunan sawit rakyat agar didaftarkan secara legal. Namun,
asosiasi petani menilai hal ini tak mudah bagi petani karena keterbatasan biaya dan tenaga, tidak
seperti perusahaan.
Beberapa penolakan lain, yaitu pertama, ketentuan sanksi administrasi dibuat hanya untuk
menyelesaikan persoalan klaim perkebunan sawit rakyat dalam kawasan hutan yang sudah
melalui proses penetapan.
"Jadi jika proses tahapan ini belum tuntas maka kawasan hutan belum sah secara hukum.
Padahal banyak lahan petani sawit yang diklaim berada dalam kawasan hutan yang belum
mencapai tahap penetapan Kawasan hutan," terangnya.
Kedua, petani harus punya izin berusaha terkait lokasi dan bidang usaha. Padahal petani sawit
tentu saja tidak memiliki izin-izin tersebut karena memang tidak diwajibkan oleh undang-undang
sebelumnya demikian juga dengan aturan lain.
Ketiga, aturan nanti akan menutup peluang bagi para pekebun yang lahannya 6-25 hekatre
untuk memperoleh pelepasan Kawasan hutan. Padahal ketentuan hukum di bidang perkebunan
telah memberikan hak bagi petani sawit untuk mengelola lahannya maksimal 25 hektare.
Keempat, petani disebutkan harus tinggal di dalam lahan minimum lima tahun, namun hal ini
dinilai tidak masuk akal.
195