Page 98 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 98
DISRUPSI, PERCAYA DIRI, DAN LEBIH MANUSIAWI
Tahun ini membawa tantangan pelik berupa disrupsi ganda bagi pekerja. Akibat resesi,
pengangguran bertambah dan lapangan kerja menyusut. Sementara percepatan otomasi dan
digitalisasi membuat pasar tenaga kerja kian kompetitif. Dalam sekejap, masa depan tiba lebih
cepat dari yang disangka. Apakah kita siap?
Pandemi Covid-19 mengubah struktur dan lanskap ketenagakerjaan. Berdasarkan surver
Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 oleh Badan Pusat Statistik, 29,12 juta orang atau 14,28
persen dari 203,97 juta penduduk usia kerja terdampak pandemi. Jumlah penganggur
bertambah dari 7,21 juta orang menjadi 9,77 juta orang.
Per Agustus 2020, pekerja penuh atau yang bekerja minimal 35 jam per minggu turun dari 71,04
persen menjadi 63,85 persen dari jumlah penduduk bekerja. Adapun pekerja setengah
pengangguran meningkat tajam dari 6,42 persen menjadi 10,19 persen.
Porsi pekerja formal anjlok dalam satu tahun, sedangkan porsi pekerja informal menanjak. Nasib
sebagian pekerja formal yang masih bertahan tidak lebih baik. Berdasarkan data BPS,
perusahaan di berbagai sektor menyesuaikan jam kerja, memotong upah, bahkan merumahkan
buruh. Upah pekerja di sektor akomodasi dan ma-kan-minum turun tajam hingga 17,3 persen.
Adapun upah pekerja di sektor real estat dipotong 15,7 persen.
Benang merah para pekerja sama, yakni kesejahteraan dan kualitas hidup yang merosot akibat
kesulitan menyambung hidup di masa pandemi.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Belum selesai satu masalah, persoalan lain muncul. Disrupsi
digitalisasi dan otomasi di sektor ketenagakerjaan yang diperkirakan baru tiba 10 tahun lagi tiba-
tiba di depan mata.
Laporan The Future of Jobs oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada Oktober 2020 memprediksi,
85 juta pekerjaan akan punah dan digantikan robot dan kecerdasan buatan pada 2025,
sedangkan 97 juta pekerjaan baru muncul. Prediksi WEF lebih cepat dari McKinsey & Company,
yang pada 2019 memperkirakan perubahan itu baru akan terjadi pada 2030.
Berbagai perubahan membuat pasar kerja kian kompetitif. Organisasi Buruh Internasional (ILO)
dalam laporan Digital Skills and The Future of Work: Challenge and Opportunities in a Post Covid-
19 Enviro-nment, Desember 2020, memprediksi, dalam waktu dekat, cara orang bekerja menjadi
lebih fleksibel dan berorientasi pada penggunaan teknologi digital.
Hal ini menimbulkan persoalan karena inklusivitas digital dan kualitas sumber daya manusia (S
D M) masih menjadi momok di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Janji manis
Lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menjanjikan 153
perusahaan siap berinvestasi pada 2021 dengan target serapan 1,3 juta tenaga kerja. Tahun
depan akan menjadi pertaruhan pemerintah untuk membuktikan janji manis itu. Apalagi,
peningkatan investasi tak selalu berbanding lurus dengan serapan tenaga kerja.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan,
pekerjaan rumah utama adalah menanggulangi dampak pandemi dengan menciptakan lapangan
kerja sebanyak mungkin untuk menekan pengangguran. Namun, lapangan kerja tidak bisa
sekadar diciptakan tanpa menyiapkan tenaga kerja yang ahli dan terampil sesuai perkembangan
industri.
97