Page 101 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 101
Ringkasan
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. mengatakan Undang-
Undang (UU) Cipta Kerja akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja melalui masuknya
investasi. Karenanya, keberadaan UU Cipta Kerja menjadi sangat penting.
Apalagi sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2(X)3 tentang Ketenagakerjaan dijalankan,
terjadi penyusutan yang sangat signifikan di dalam penyerapan tenaga kerja akibat aturannya
yang terlalu rigid.
APINDO: UU CIPTA KERJA CIPTAKAN BANYAK LAPANGAN KERJA
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. mengatakan Undang-
Undang (UU) Cipta Kerja akan mencip-takan lebih banyak lapangan kerja melalui masuknya
investasi. Karenanya, keberadaan UU Cipta Kerja menjadi sangat penting.
Apalagi sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2(X)3 tentang Ketenagakerjaan dijalankan,
terjadi penyusutan yang sangat signifikan di dalam penyerapan tenaga kerja akibat aturannya
yang terlalu rigid.
Menurut dia, investasi yang masuk selama ini kebanyakan adalah padat modal. Di sisi lain,
angkatan kerja baru setiap tahunnya mencapai lebih dari 2 juta orang.
Jika dilihat dari data BKPM, pada 2010 saat nilai investasi Indonesia sekitar Rp 206 triliun, saat
itu penyerapan tenaga kerja kita rasionya adalah 5.014 orang per Rp 1 triliun. Kemudian pada
2019 saat investasi Indonesia totalnya Rp 810 triliun, rasionya menyusut sangat tajam menjadi
Rp 1.277 orang per Rp 1 triliun.
"Pemerintah selalu menanyakan. kenapa penyusutan penyerapan tenaga kerja terjadi secara
signifikan dari waktu ke waktu? Itu sudah terkonfirmasi juga di dalam angka-angka makro kita,"
kata Hariyadi Sukamdani dalam acara diskusi UU Cipta Kerja secara daring. Senin (12/10).
Hariyadi juga menyoroti biaya investasi di Indonesia yang terbilang mahal dan kurang kompetitif
dibandingkan negara tetangga. Hal ini didasarkan pada ICOR (Incremental Capital Output Ratio),
yakni perbandingan atau rasio antara tambahan investasi yang dibutuhkan, untuk menghasilkan
setiap satu unit output. ICOR Indonesia pada 2019 sebesar 6.77%, lebih buruk dari 2018 yang
di posisi 6.44%. Sementara negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
punya ICOR di posisi ideal yakni 3%.
"Kalau kita lihat ICOR kita sangat tinggi, tetapi output-nya itu rendah. Jadi ICOR itu adalah rasio
antara investasi yang masuk dengan output-nya. Jadi di kita investasinya lumayan besar, tetapi
output-nya kecil. Itu terlihat juga di dalam tren menurunnya GDP kita yang hanya 5%," kata
Hariyadi.
Subsidi
Sementara itu dari sisi penerima subsidi, jumlahnya saat ini sudah mendekati 100 juta orang
atau 40% dari total populasi, di mana subsidi terbesar adalah untuk listrik.
Kemudian penerima subsidi untuk program Jaminan Kesehatan Nasional mencapai sekitar 96,8
juta orang. Di dalam penjelasan Kementerian Sosial, lanjut Hariyadi, masyarakat yang dipandang
tidak mampu, salah satu kriterianya adalah apabila seorang kepala rumah tangga pendapatannya
kurang dari Rp 600.000 per bulan.
100