Page 102 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 102
"Seluruh angka-angka ini menunjukkan bahwa penyusutan itu betul-betul sudah terjadi dan
signifikan. Kalau ini terus dibiarkan, maka kita tidak akan mendapatkan bonus demografi, tetapi
yang kita tikan dapatkan justru adalah beban demografi." kata Hariyadi.
Saat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2(X)3 Tentang Ketenagakerjaan dijalankan.
Haryandi mengatakan Apindo sebetulnya sudah memprediksi bahwa UU tersebut akan
menimbulkan masalah dalam penyerapan tenaga kerja. Sebab aturan yang ada dalam UU
13/2003 sangat rigid, dan juga menimbulkan biaya yang tidak kompetitif dibandingkan negara-
negara pesaing.
"Itulah yang sebetulnya disampaikan Apindo sejak 2003 hingga sekarang," ujar Hariyadi.
Dia mengungkapkan, UU Cipta Kerja selama ini digambarkan seolah-olah mendegradasi apa
yang selama ini sudah didapatkan oleh pekerja. Padahal UU Cipta Kerja lebih kepada meluruskan
filosofi dari prinsip-prinsip ketenagakerjaan.
Dia mencontohkan soal upah minimum. Bagi pekerja, upah minimum adalah jaring pengaman
sosial yang paling rendah yang harus dibayarkan. Tetapi dari dialog-dialog di media, hal yang
sering diungkit serikat pekerja adalah mengenai upah minimum yang berbeda tergantung jenis
perusahaan, misalnya untuk perusahaan seperti Freeport dan pabrik kerupuk yang tidak bisa
disamakan.
"Tentu ini juga harus kita luruskan. Upah minimum itu tentu berbeda-beda setiap
kabupaten/kota, dan juga segmennya tentu tidak bisa disamakan seperti itu. Ini yang mau
diluruskan di dalam UU Cipta Kerja, di mana upah minimum adalah upah bagi pekerja pemula
yang baru memulai. Tentunya akan berbeda dengan pabrik kerupuk dan Freeport. karena
memang sizenya berbeda, sehingga aturannya juga berbeda," ujar Suharyadi. |HER/J-9]
101