Page 79 - E-MODUL PENULISAN KARYA ILMIAH (PKI)
P. 79

keilmuan yang cukup (tidak berkompeten). Namun, pemerintah lupa bahwa yang
                  menjadi  guru  sekarang  itu,  banyak  right  man  wrongh  right  place.  Jika  demikian
                  halnya,  bukan  karena  guru  yang  lahir  dari  LPTK  penyebabnya,  tapi  guru  lebih
                  disebabkan  oleh  “guru  karbitan”.  Jika  demikian,  apa  tepat  dengan  memberikan
                  solusi profesi pendidikan bagi sarjana murni?
                        Pertanyaan berikutnya, apakah dengan pendidikan enam bulan, mereka akan
                  dapat  memahami  pedagogik  pendidikan?  Realitis  saja,  sarjana  pendidikan  yang
                  belajar empat tahun untuk mehami pedagogik belum tentu paham. Apalagi hanya
                  enam bulan? Kalau memang guru LPTK dipandang tidak memiliki cukup ilmu untuk
                  mengajar  atau  dengan  kata  lain  guru  berlatar  belakang  pendidikan  sering  salah
                  konsep  dalam  mengajar,  kenapa  tidak  mereka  yang  diberikan  tugas  belajar
                  tambahan untuk meningkatkan keilmuannya?
                        Jika demikian halnya, untuk apa ada LPTK lagi? Bukankah tidak perlu, untuk
                  apa belajar di LPTK, toh juga dengan kuliah diperguruan tinggi bukan LPTK, nanti
                  dengan  mengikuti  profesi  pendidikan  selama  enam  bulan  bisa  menjadi  guru.  Di
                  samping memiliki peluang bekerja diinstansi pemerintahan lainnya. Nah, bagaimana
                  dengan  sarjana  yang  berlatang  pendidikan  yang  dicetak  oleh  LPTK,  di  satu  sisi
                  peluang mereka untuk bekerja diinstansi pemerintahan yang non pendidikan sangat
                  tertutup rapap, sedangkan di sisi lain kesempatan menjadi guru mulai dipersempit.
                  Jika hal ini benar, ini merupakan sinyal “lonceng kematian bagi LPTK” di Indonesia.
                        Menyimak  uraian  di  atas,  tampaknya  guru  dan  LPTK  sebagai  lembaga
                  pencetak guru perlu angkat bicara. Untuk berani mengatakan bahwa lembaga LPTK
                  mampu mencetak guru-guru yang berkualitas. Guru-guru yang mampu “mencetak”
                  generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas dan bermartabat. Keterpurukan
                  pendidikan  dewasa  ini,  bukan  karena  guru  yang  dihasilkan  oleh  LPTK  tidak
                  berkualitas,  tetapi  kesalahan  sistem  yang  diterapkan  dan  kurangnya  perhatian
                  terhadap nasib guru. Jika memang  benar demikian, kenapa kita (baca:guru) dan
                  LPTK takut bersuara?
                        Berdasarkan uraian di atas, tampaknya kalau kita serius memperhatikan nasib
                  pahlawan pejuang pendidikan, niscaya bangsa ini menjadi lebih baik. Semoga hal
                  ini cepat terwujud.


                  Bahan Diskusi:

                      1)  Jelaskan tipe-tipe esai.?
                      2)  Jelaskan pola dan gaya penulisan esai?















                                                                                                        75
   74   75   76   77   78   79   80   81   82