Page 12 - PDF Compressor
P. 12
Teori ini menyatakan bahwa sebuah pernyataan dianggap
benar hanya jika pernyataan tersebut berhubungan dengan
fakta obyektif yang ada.
7
2. The coherence theory of truth (Koherensi).
Menurut teori koherensi, sebuah pernyataan bisa
dianggap benar hanya jika pernyataan itu koheren atau tidak
bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang sudah
terbukti benar. Untuk dianggap benar teori ini mensyaratkan
adanya konsistensi atau tidak adanya pertentangan
(kontradiksi) antara suatu pernyataan dengan aksioma.
Karena itulah teori koherensi dikenal juga sebagai teori
konsistensi.
8
3. The pragmatic theory of truth (Pragmatisme).
Pragmatisme menghasilkan pengertian kebenaran
menjadi pengertian dinamis dan nisbi. Dengan sifatnya yang
nisbi itu pragmatisme memandu tercapainya kebenaran
“sambil berjalan”. Bidang etika, pragmatisme menganut
miliorisme yaitu pandangan tentang peningkatan secara
bertingkat dari tatanan yang ada.
9
4. The performance theory of truth (Performatif).
Teori kebenaran performatif muncul dari konsepsi J. L.
Austin yang membedakan antara ujaran konstatif dan ujaran
performatif. Menurut tokoh filsafat analitika bahasa dari
Inggris ini, pengujian kebenaran (truth-evaluable) secara
faktual seperti yang dapat diterapkan dalam teori
korespondensi hanya bisa diterapkan pada ujaran konstatif.
Ucapan konstatif adalah ucapan yang yang mengandung
7 Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 172.
8 Zaprulkhan, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 116.
9 Bagus, Kamus Filsafat, 877–78.
3