Page 16 - modul XI smt 2 Pergerakan Nasional Indonesia
P. 16

keputusan  golongan  muda  agar  Ir.  Sukarno  segera  memproklamasikan  kemerdekaan  Indonesia  tanpa
               menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan
               darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir.
               Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam
               ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua
               PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”. Ketegangan itu juga disaksikan oleh
               golongan tua lainnya seperti: Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo,  dan Iwa
               Kusumasumantri.

               C.  Penyebarluasan  Berita  Proklamasi  dan  Sambutan  Rakyat Indonesia terhadap Proklamasi
                    Kemerdekaan
                     Ketika  Soekarno-Hatta  memproklamasikan  Kemerdekaan  Republik  Indonesia,  pemimpin  Domei
               Indonesia,  Adam  Malik,  dari tempat persembunyiannya  di  Bungur  Besar menelepon  Asa  Bafagih dan
               mendiktekan bunyi  teks proklamasi.
                     Adam  Malik  minta agar  berita tersebut diteruskan  kepada  Pangulu  Lubis  untuk  segera  disiarkan
               tanpa  izin  Hodohan  (sensor  Jepang)  sebagaimana  biasanya.  Perintah  Adam  Malik  itu  dilaksanakan
               Pangulu Lubis dengan menyelipkan berita proklamasi di antara berita-berita yang telah disetujui Hodohan
               yang  kemudian  disiarkan  melalui  kawat  (morce  cast)  oleh  teknisi  Indonesia,  Markonis  Wua,  dengan
               diawasi Markonis Soegiarin.
                     Berita  tersebut  segera  menyebar,  dapat  ditangkap  di  San  Fransisco  (AS)  maupun  di  Australia.
               Pemerintah  pendudukan  Jepang  gempar  setelah  mengetahui  tersiarnya  berita  kemerdekaan  RI.  Semua
               pagawai  Jepang  di  Domei  dimintai  pertanggungjawaban.  Domei  segera  membuat  berita  bantahan
               proklamasi dengan menyebutnya "salah". Mereka yang ditugaskan membuat bantahan adalah Sjamsuddin
               Sutan Makmur dan Rinto Alwi dibantu seorang Jepang bernama Tanabe. Dua orang Indonesia itu karena
               ditentang teman- temannya  tidak  bersedia  membuat  berita  bantahan  sehingga  hanya  Tanabe sendiri
               yang membuatnya  dan Markonis Wau menyiarkan melalui kawat.
                       Berita proklamasi kemerdekaan itu kemudian diteruskan ke Radio Republik Indonesia (RRI) yang
               ketika itu juga dikuasai Jepang dengan nama Hoso Kyoku. Jumat petang 17 Agustus 1945 seorang dari
               Domei masuk ke RRI dengan cara meloncat dari tembok belakang  - karena di depan dijaga ketat oleh
               serdadu  Jepang  Kempetai.  Ia  memberikan  secarik  kertas  dari  Adam  Malik  kepada  penyiar  Jusuf
               Ronodipuro.
                       Jusuf Ronodipuro menyiarkan teks proklamasi itu pada pukul 19:00 WIB dari studio siaran luar
               negeri  yang  tidak  dijaga  Kempetai.  Sama  seperti  di  Antara,  berita  tersebut  diselundupkan  tanpa
               sepengetahuan  Jepang  disiarkan  sehingga  berita  kemerdekaan  tersebut  semakin  meluas  jangkauannya,
               terbukti kemudian berita itu menjadi bahan percakapan dari mulut ke mulut.
                       Kantor  Domei  Cabang  Surabaya  merupakan  kantor  cabang  pertama  yang  melepaskan  diri  dari
               ikatan  Domei  Pusat  Jakarta.  Di  Semarang,  berita  proklamasi  dari  Domei  Jakarta  diteruskan  kepada
               penguasa  tertinggi  Indonesia  di  sana,  Mr.  Wongsonegoro,  yang  saat  itu  menjabat  Fuku  Shuchookan
               (Wakil  Residen  Semarang).  Berita  itu  dibacakan  Wongsonegoro  dalam  sidang  pleno  dan  mendapat
               tanggapan meriah lalu disebarluaskan kepada masyarakat sampai ada berita bantahan dari Domei.
                       Menyerahnya  Jepang  kepada  Sekutu  membuat  orang-orang  Jepang  di  Domei  Semarang
               kehilangan gairah kerja. Sebaliknya orang-orang Indonesia sangat bergairah bahkan mengambil alih dan
               menguasai kantor berita Domei.
                       Jepang  melarang  penyebarannya  karena  berita  tersebut  dikirim  dari  Jakarta  tanpa  melalui  izin
               Sendenbucho atau Kepala Barisan Propaganda Jepang. Meski Jepang lebih ketat melakukan pengawasan
               terhadap penyebaran berita tersebut, berita proklamasi tetap dapat sampai ke meja redaksi surat kabar dan
   11   12   13   14   15   16   17