Page 8 - MODUL kelompok 1
P. 8

Kedudukan  bahasa  Melayu  sebagai  lingua  franca  dari  hari  ke  hari  semakin  kuat,  paling

               utama dengan adanya rasa kebangsaan dan persatuan  di lingkungan para pemuda-pemudi waktu
               awal-awal abad ke-20 walaupun terdapat hambatan dari pemerintahan Belanda dan sekelompok

               orang  Belanda  yang  menghambat  perkembangan  bahasa  Melayu  dan  ingin  mengubah  bahasa
               Belanda untuk menjadi  bahasa resmi Indonesia. Pemuda-pemudi yang tergabung dalam berbagai

               organisasi, dan  para sastrawan Bangsa Indonesia  sangat berupaya  keras untuk menyatukan para
               rakyat. Mereka sadar bahwa saja persatuan semua rakyat Nusantara bisa membuyarkan penjajah

               dari Negeri Indonesia dan mereka punya kesadaran akan pentingnya pengunaan bahasa Melayu

               supaya bisa berkomunikasi dengan para rakyat. Upaya mereka untuk  menyatukan rakyat, paling
               utama para pemudanya memuncak pada Kongres Pemuda yang di selenggarakan di Jakarta pada

               tanggal  28  Oktober  1928.  Para  pemuda  dari  berbagai  organisasi  pemuda,  pada  kongres  ini
               mengatakan janji mengakui berbangsa satu, bangsa Indonesia; mengakui bertanah air satu, tanah

               air Indonesia; dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
                   Tanggal 28 Oktober  menjadi hari  penobatan atau pengakatan  bahasa Indonesia menjadi

               bahasa nasional atau bahasa persatuan. Pernyataan  dan penetapan yang dijanjikan pada saat itu

               tidak akan membuahkan hasil jika tidak diikuti oleh usaha supaya bahasa Indonesia maju, dan
               meningkatkan  kelancaran  berbahasa  Indonesia  sebagai  bahasa  persatuan.  Sebagai  upaya  untuk

               memajukan  bahasa  indonesia  pada  tahun  1939  para  kebudayaan  dan  cendekiawan  indonesia

               melaksanakan  Kongres Bahasa Indonesia di Jawa Tengah tempatnya Solo. Dalam Kongres itu
               Ki  Hajar  Dewantara  menyatakan  bahwa  “Jangan  menamakan  'Bahasa  Indonesia'  jaitoe  bahasa

               Melajoe  jang  soenggoehpoen  pokoknja  berasal  dari  'Melajoe  Riaoe',  akan  tetapi  jang  soedah
               ditambah, dioebah ataoe dikurangi menurut keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa

               itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; ….”. Oleh sebab itu, kongres yang
               pertama kali dilaksanakan menetapkan  bahwa saja buku-buku tata bahasa indonesia yang sudah

               ada tidak lengkap karena banyaknya bahasa yang tidak sesuai dengan kemajuan bahasa Indonesia

               sehingga penting ditata dengan bahasa baru supaya sama dengan kemajuan bahasa.
                   Berakhirnya  pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1942 dengan tidak ada satupun

               keputusan  yang  dikerjakan,  dikarenakan  para  pemerintahan  Belanda    merasa  tidak  penting
               melakukan hal tersebut. Setelah masa kedudukan Jepang, Bahasa Indonesia punya kesempatan

               untuk    berkembang  dikarenakan  pemerintah  Jepang,  seperti  halnya  seperti  penjajah  yang  lain
               yang  ingin  menetapkan  bahasa  Jepang  menjadi  bahasa  nasional  di  Indonesia  tetapi  mereka




                                                                                                            3
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13