Page 109 - Tere Liye - Bumi
P. 109

TereLiye “Bumi”   106




                         ”Baik. Dia membutuhkan motivasi untuk melakukannya.” Sosok itu

                  menoleh ke si Hitam. ”Kamu berikan apa yang dia butuhkan!”

                         Sebelum aku mengerti maksud kalimat sosok tinggi kurus di dalam
                  cermin, si Hitam menggeram kencang, loncat ke atas kasur, menyergap si
                  Putih.  Gerakannya cepat sekali, bahkan se­belum si  Putih sempat
                  bereaksi, dua kaki depan si Hitam sudah mencengkeram leher si Putih. Si
                  Hitam mendesis galak, me­natapku.


                         ”Inilah motivasinya, Gadis Kecil.” Sosok tinggi kurus itu  me­natap
                  tipis. ”Akan kuhitung sampai sepuluh. Jika kamu tidak berhasil
                  menghilangkan buku tebal itu, si Hitam akan merobek kepala kucing
                  kesayanganmu.”

                         Kilau petir menyambar terang di ujung kalimatnya. Gelegar guntur
                  membuat ngilu. Hujan deras terus membungkus kota. Aku mematung,
                  bukan karena menyaksikan sosok tinggi kurus itu menatapku begitu
                  marah, atau cerminku yang gelap sem­purna menyisakan sosok itu, tapi
                  karena melihat dua kucingku. Si Putih mengeong lemah,  seperti minta

                  tolong, sama sekali tidak bisa bergerak. Tubuhnya dikunci si Hitam di
                  atasnya. Mulut si Hitam membuka, memperlihatkan taring panjang,
                  suaranya mendesis mengancam. Bulu tebalnya yang lembut se­karang
                  berdiri. Aku tidak akan pernah bisa mengenali lagi si Hitam, kucingku itu.




































                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114