Page 112 - Tere Liye - Bumi
P. 112

TereLiye “Bumi”   109




                  jerawat itu berhasil ku­hilangkan, aku tidak ingat bagaimana caranya. Ini

                  tidak seperti menutup wajah dengan kedua telapak tangan, lantas
                  tubuhku hilang seketika. Itu mudah dilakukan.

                         Suara mengeong si  Putih semakin lemah. Geraman buas si Hitam
                  yang berubah menjadi kucing berukuran besar semakin memenuhi langit­
                  langit kamar.


                         ”Tujuh. Jangan menyalahkan siapa pun kalau kamu kehilangan
                  kucing….”

                         ”Aku  tidak bisa menghilangkannya!” aku memotong kalimat­nya,
                  balas menatap galak sosok di dalam cermin. Aku sudah empat kali
                  mencobanya, novel itu tetap tidak hilang. ”Sejak tadi pagi aku sudah
                  berusaha melakukannya. Novel itu tidak bisa hilang.”


                         ”Delapan...” Sosok tinggi kurus menatap dingin.

                         ”Kamu, kamu tidak boleh melakukannya!” Aku mulai ber­teriak
                  panik, bahkan tidak peduli seandainya Mama yang sedang menonton
                  televisi bisa mendengar keributan di lantai dua.


                         ”Sembilan...” Sosok tinggi kurus menoleh ke si Hitam.


                         ”Kamu, awas saja kalau kamu berani menyuruhnya!” Aku ge­metar
                  menunjuk ke cermin, berusaha mengancam dengan kali­mat kosong—
                  waktuku hampir habis, entah apa yang harus ku­laku­kan.

                         ”Sepuluh....” Sosok itu menyeringai tidak peduli. ”Habisi kucing
                  lemah itu.”


                         Belum hilang kalimat sosok tinggi kurus di dalam cermin, si Hitam
                  sudah menggeram panjang kegirangan. Mata kuningnya berkilat­kilat.
                  Kakinya yang sekarang lebih besar dibanding kepala si Putih terangkat
                  naik, siap mematuhi perintah pemilik aslinya.

                         Astaga! Apa yang bisa kulakukan sekarang? Aku sungguhan panik.


                         Si Hitam menghantamkan kakinya  ke kepala si Putih. Petir
                  menyambar terang. Cahayanya berkelebat masuk ke kamar. Guntur







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117