Page 121 - Tere Liye - Bumi
P. 121

TereLiye “Bumi”   118




                         ”Tidak repot lho, Ra. Kan Mama bisa ngebut. Paling juga bolak­balik

                  hanya setengah jam.” Mama mengedipkan mata, men­coba bergurau.

                         ”Tidak usah, Ma. Kan Mama banyak pekerjaan di rumah. Lagian,
                  siapa tahu Papa bangun lebih cepat, nanti teriak­teriak cari dasi dan kaus
                  kaki. Mama kan tahu, Papa itu kalau ke­capekan suka error, bahkan dasi
                  yang sudah dipasang saja masih dia cari.” Aku nyengir.


                         Mama tertawa kecil. ”Kamu selalu bisa menghibur orangtua, Ra. Ya
                  sudah, kamu naik angkutan umum. Ayo, Mama temani kamu sarapan.”

                         Lima belas menit  ke depan aku dan Mama menghabiskan nasi
                  goreng.


                         ”Oh iya, Ma, nanti sore Ra ada pertemuan Klub Menulis, jadi pulang
                  agak sore. Boleh kan, ya?” Aku teringat sesuatu.

                         Mama mengangguk. ”Iya. Nanti Mama siapkan bekal makan
                  siangnya.”


                         ”Oh iya lagi, Ma, kamar Ra sudah dibereskan tadi. Jadi tidak perlu
                  Mama bersihkan lagi.” Aku berusaha berkata senormal mungkin.


                         ”Iya,” Mama menjawab pendek.

                         Aku bersorak dalam hati. Mama tidak curiga dengan kalimat­ku
                  barusan. Setidaknya pagi ini Mama tidak akan masuk kamar­ku.

                         ”Sebenarnya Papa di kantor ada pekerjaan apa sih, Ma?” Aku basa­
                  basi, masih berusaha menutupi jejak soal memeriksa ka­mar.


                         Mama diam sebentar, menelan makanan di  mulut. ”Entahlah, Ra.
                  Sepertinya pekerjaan besar.”


                         Aku mengangguk­angguk sok paham.

                         Mama menghela napas. ”Kasihan Papa, masa baru pulang jam lima
                  pagi. Ini rekor.”


                         ”Bukannya rekornya yang dulu, Ma? Papa nggak pulang, ma­lah ke
                  Singapura?” Aku tertawa.






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126