Page 266 - Tere Liye - Bumi
P. 266

TereLiye “Bumi”   263




                  menyaksikan seluruh lapangan yang dipenuhi anggota Pasukan

                  Bayangan.

                         Aku menatap Ilo, apa yang akan dia lakukan? Seli dan Ali
                  menatapku, seolah  bertanya Ilo berbicara  dengan siapa,  dan apa yang
                  me­reka bicarakan dalam situasi genting seperti ini.


                         Ilo menggigit bibir, mencengkeram tuas kemudi. Persis saat kapsul
                  mendarat di peron, ketika puluhan anggota Pasukan Bayang­an bergerak
                  mengepung kami dengan tombak perak ter­acung, aku bisa melihat di
                  peta layar kemudi,  lorong­lorong de­ngan tanda silang kembali terbuka.
                  Seluruh titik merah (kapsul penumpang) di wilayah  lain berhenti
                  bergerak. Ily telah  me­restart jaringan. Seluruh sistem otomatis kereta
                  bawah tanah mati. Pintu­pintu lorong terbuka. Semua jalur bersih untuk
                  dilalui.

                         ”Pegangan, anak­anak!” Ilo berseru.


                         Aku berseru menerjemahkan. Seli segera duduk di bangku,
                  ber­pegangan erat­erat. Ali dengan wajah kusut juga bergegas kembali
                  memeluk tiang kapsul di dekatnya.

                         Bahkan sebelum posisi kami mantap, Ilo sudah menekan tuas
                  kemudi ke depan. Kapsul berdesing kencang, bergetar, lantas seperti bola
                  peluru, melesat naik kembali, masuk  cepat ke dalam lorong di atas,
                  disaksikan seribu anggota Pasukan Bayangan yang menatap bingung.


                         Kami tidak jadi bertempur. Kami kembali kabur.


                         ***

                         Sesuai yang disampaikan Ily, seluruh pintu lorong  terbuka.
                  Ditambah tanpa ada kapsul lain yang bergerak, Ilo bisa meng­ambil jalur
                  terpendek ke titik permukaan terdekat secepat mung­kin.


                         Ilo menggunakan  seluruh kecepatan kapsul dan medan magnetik.
                  Tubuh kami terbanting ke atas. Seli memejamkan mata, berseru tertahan.
                  Entahlah apa yang dilakukan Ali.

                         Sembilan puluh detik mengebut, kapsul yang kami naiki akhir­nya
                  melambat, berdesing pelan, lantas keluar dari lorong. Cahaya terang





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271