Page 271 - Tere Liye - Bumi
P. 271

TereLiye “Bumi”   268




                  melakukannya dengan benar—sesuatu yang lebih rumit sebenarnya.

                  Lakukan saja. Pasti ber­hasil.”

                         ”Bagaimana kalau  kapsulnya malah  mendarat terlalu jauh atau
                  tenggelam?” Seli  bertanya. ”Aku belum tentu bisa  mengendalikan
                  gerakannya. Kapsul itu besar sekali.”


                         ”Dan bagaimana kalau ternyata kapsul itu jadi rusak  karena
                  kupukul?” aku menambah daftar kemungkinan buruk lainnya.

                         ”Ali benar. Ini bisa jadi ide bagus,” Ilo menengahi, setelah aku
                  menerjemahkan untuknya. ”Kalaupun kapsul itu tenggelam atau rusak di
                  dalam sungai, setidaknya kita justru bisa meng­hilangkan jejak. Sistem
                  otomatis mereka tidak bisa menemukan di mana kapsulnya. Kalau
                  berhasil, lebih bagus lagi, kita bisa mengguna­kan­nya untuk menghilir.”


                         Aku dan Seli saling tatap sejenak.  Ilo benar. Baiklah. Tidak ada
                  salahnya mencoba  ide si genius ini.  Aku mengangguk.  Aku dan Seli
                  melangkah kembali ke peron.

                         ”Tidak secepat itu. Kalian latihan dulu,” Ali berseru sambil beranjak
                  berdiri, menyambar tas ranselnya. ”Lihat, ada batu­batu besar di sana.
                  Kalian coba pindahkan satu atau dua batu besar itu.”


                         Aku menatap Ali dan Ilo yang beranjak menjauh, mengosong­kan
                  hamparan pasir. Entah di dunia kami atau di dunia aneh ini, sifat Ali
                  tetap sama, suka mengatur­atur orang. Tapi untuk kesekian kali
                  sarannya masuk akal. Baiklah, akan kami turuti pendapatnya.


                         Aku bersiap­siap berdiri di belakang salah satu batu besar yang
                  terbenam di pasir, mengangguk ke arah Seli yang berdiri di tengah
                  hamparan pasir. Aku mulai konsentrasi. Sarung tangan­ku berganti
                  warna menjadi gelap. Seli di sana juga sudah siap. Sarung tangannya
                  terlihat bersinar terang di  tengah terik mata­hari. Aku menahan napas,
                  memukul batu besar setinggi ping­gangku. Suara dentuman terdengar
                  kencang, membuat bebek­bebek sungai beterbangan dari semak, juga
                  burung­burung lain. Batu itu terangkat dari pasir, terpental ke udara.

                         Aku terduduk karena kaget sendiri melihat apa yang terjadi.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276