Page 273 - Tere Liye - Bumi
P. 273

TereLiye “Bumi”   270




                         ”Keren!” Ali mengacungkan jempol.


                         Aku dan Seli tersenyum puas. Kami berhasil.


                         ”Baik, sekarang mari kita coba dengan benda sesungguhnya,” Ali
                  berseru. ”Rileks saja, Seli. Anggap seperti batu besar tadi. Kamu pasti
                  bisa.”




                         Aku melangkah masuk ke dalam bangunan stasiun, berdiri di
                  belakang kapsul kereta yang penyok dan pecah jendela kaca­nya.

                         ”Pukul di bagian rangka kapsul, itu bagian paling keras. Sepanjang
                  bagian itu yang dihantam, kamu tidak akan merusak kapsulnya. Ingat,
                  Ra, jangan terlalu  kencang, dan jangan terlalu pelan. Lakukan  seperti
                  tadi,” Ali berteriak.


                         ”Iya, aku tahu.” Aku bersungut­sungut, mengangguk. Teriakan Ali
                  ini sebenarnya mengganggu konsentrasiku. Lagi pula si genius ini tidak
                  menjelaskan apa maksudnya jangan ter­lalu kencang atau terlalu pelan.
                  Aku belum terbiasa de­ngan kekuatan sarung tanganku. Bahkan
                  sebenarnya, aku belum terbiasa dengan fakta bahwa aku bisa
                  mengeluarkan deru angin kencang dari tanganku.


                         Seli di hamparan pasir mengangkat tangan, memberi kode. Dia
                  sudah siap. Aku menghela napas berkali­kali, konsentrasi penuh.
                  Tanganku dipenuhi desir angin  kencang, semakin deras setiap kali aku
                  mencapai level konsentrasi berikutnya. Lantas per­lahan  aku memukul
                  dinding kapsul di bagian rangkanya. Suara dentuman kencang terdengar.
                  Kapsul itu terlempar dari dalam bangunan stasiun, terbang setinggi tiga
                  meter di atas kepala.

                         Seli segera mengacungkan tangannya ke atas. Kapsul itu diselimuti
                  tenaga listrik. Kapsul itu jelas lebih besar dibanding batu sebelumnya,
                  bergetar tidak terkendali, merosot satu meter ke bawah.  Seli berteriak
                  panik. Aku menahan napas. Tapi Seli ber­hasil menahan kapsul agar
                  tidak terus merosot. Dia memaksa­kan seluruh tenaganya. Kakinya
                  terdorong ke dalam pasir hingga betis. Sedetik berlalu, kapsul itu
                  perlahan mulai bergerak teratur menuju permukaan sungai, kemudian






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277   278