Page 276 - Tere Liye - Bumi
P. 276

TereLiye “Bumi”   273




                         ”Lho, bisa saja kan, Ra? Buaya misalnya? Atau ular sungai sebesar

                  kereta? Ini kan di dunia aneh, boleh  jadi malah ada naga? Tiba­tiba
                  muncul menerkam kapsul.” Seli tidak mengerti tatapanku, malah
                  meneruskan kecemasannya—dan dia jadi cemas sendiri.

                         Aku menatap manyun Seli yang terdiam.


                         Tetapi setidaknya sejauh ini kami tidak menemukan hewan buas.
                  Yang ada malah ikan terbang yang lompat tinggi di sekitar kapsul, atau
                  mungkin sejenis lumba­lumba. Mereka bergerombol mengikuti desing
                  kapsul yang terus meluncur di atas permukaan sungai, menuju ke hilir.
                  Kapsul tidak bisa bergerak cepat di atas air.

                         Pohon bakau digantikan hamparan pasir putih.


                         Sementara di atas kepala kami terlihat menjulang tinggi satu­dua
                  tiang besar dengan bangunan berbentuk balon di ujungnya.

                         ”Kita melewati pinggiran kota, memang ada beberapa rumah di
                  sini,” Ilo menjelaskan.


                         Dari bawah, terlihat sekali betapa tingginya tiang­tiang rumah itu—
                  jauh di atas kepala kami—tiang besar  dari bahan baja stainless dengan
                  diameter tidak kurang dari lima meter. Aku sekarang mengerti kenapa
                  penduduk kota ini mendirikan rumah di tiang tinggi atau berada di dalam
                  tanah sekalian. Tidak ada yang mau bertetangga dengan ”kingkong” tadi.


                         ”Bagaimana penduduk tiba di atas rumahnya jika lorong berpindah
                  tidak      boleh      digunakan?”        Ali     bertanya,      menyikutku         agar
                  menerjemahkannya kepada Ilo.

                         ”Kami menggunakan cara konvensional, lift,” Ilo menjawab dengan
                  senang hati. ”Dalam situasi darurat seperti ini, biasanya Komite Kota juga
                  menyediakan angkutan terbang ke setiap rumah dari Stasiun Sentral di
                  permukaan. Atau kamu bisa me­milih tinggal di kota bawah tanah, lebih
                  banyak penduduk  yang memiliki rumah di bawah sana, para pekerja,
                  petugas kota. Di  bawah fasilitas lebih lengkap, pusat perbelanjaan,
                  hiburan, hotel mewah, apa pun yang dibutuhkan seluruh kota.
                  Sebenarnya peradaban Kota Tishri ada di dalam tanah. Hanya orang kaya
                  yang memiliki Rumah Bulan di atas permukaan.”






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281