Page 275 - Tere Liye - Bumi
P. 275

TereLiye “Bumi”   272












                                EMANDANGAN dari kapsul kereta saat menghilir di sungai
                  besar itu menakjubkan.

                         Hamparan pasir sejauh beberapa kilometer kemudian diganti­kan
                  dinding sungai yang terjal dan tinggi  dengan satu­dua air terjun yang
                  tumpah ke sungai, berdebum indah, membuat kapsul ter­siram percik air.
                  Kami melewati butiran air di atas kapsul yang membentuk pelangi. Aku
                  dan Seli berdiri di samping jendela yang kacanya sudah pecah, menatap
                  sekitar tanpa ber­kedip.


                         Burung­burung melintasi permukaan sungai, melenguh saling
                  memanggil. Beberapa hewan liar terlihat berlarian di  antara semak
                  belukar atau di atas bebatuan besar. Mungkin itu kijang, mungkin juga
                  kuda, aku tidak tahu pasti. Hutan di dunia ini lebih  menakjubkan,
                  sekalipun dibandingkan dengan imajinasi hutan di film yang pernah kami
                  tonton.

                         Dinding sungai yang terjal berganti lagi dengan pohon bakau yang
                  tumbuh rapat di tepian sungai. Riuh rendah suara monyet berlarian di
                  salah satu bagiannya saat kami lewat. Aku menatap puluhan monyet
                  berukuran besar itu, mungkin lebih mirip kingkong. Puluhan ”kingkong”
                  berseru­seru melihat kami lewat perlahan. Itu bukan pemandangan yang
                  menenteramkan hati.


                         ”Setidaknya mereka tidak bisa melompat ke dalam air.” Ali nyengir,
                  ikut memperhatikan.


                         ”Bagaimana kalau mereka bisa berenang?”

                         ”Monyet tidak bisa  berenang, Seli. Mereka takut air, kecuali yang
                  dilatih di kebun binatang.” Ali sudah seperti guru biologi, menjelaskan.


                         ”Bagaimana kalau ada binatang buas di dalam sungai?” Seli berkata
                  pelan.

                         Aku menatap Seli. ”Jangan berpikir yang aneh­aneh deh, Sel...”





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   270   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280