Page 322 - Tere Liye - Bumi
P. 322

TereLiye “Bumi”   319




                         ”Mungkin sebaiknya kita bicara sambil duduk, Av,” Vey menyela

                  sopan. ”Aku bisa menyiapkan minuman segar atau makan­an jika kamu
                  dan Tog membutuhkannya.”

                         ”Ide yang baik.” Av mengangguk. ”Mari kita duduk. Aku sudah
                  berjam­jam berdiri, punggung tuaku ini sudah terasa pegal sekali. Dan
                  kamu benar, Vey, perutku kosong.”


                         Av melangkah menuju meja makan. Bunyi tongkatnya yang
                  me­ngetuk lantai terdengar berirama. Kondisi Tog dengan cepat membaik.
                  Dia sudah berjalan mantap, ikut duduk di bangku. Mungkin karena
                  kekuatan penyembuhan Av, mungkin  juga karena kekuatan Tog sendiri
                  yang bisa pulih dengan cepat. Se­karang, melihatnya duduk kokoh di
                  sebelah Av, baru terasa pesona wibawanya sebagai seorang panglima.
                  Wajahnya tegas dan keras.

                         Vey dengan tangkas menyiapkan minuman dan makanan di dapur.
                  Dia menggeleng saat aku menawarkan bantuan. ”Kalian lebih dibutuhkan
                  di sana, Ra.”


                         Aku dan Seli ikut duduk di sekeliling meja ma­kan.

                         ”Bagaimana situasi terakhir di Tower Sentral? Apa yang ter­jadi
                  dengan Bagian Terlarang perpustkaan setelah dikuasai me­reka?” Ilo
                  sudah membuka percakapan, bertanya kepada Av.


                         ”Situasinya       buruk.”      Av     menggeleng,        ”Dengan       jatuhnya
                  perpustakaan, seluruh titik terpenting  telah dikuasai oleh Tamus. Bisa
                  dibilang, seluruh kota telah jatuh ke  tangannya, dan dengan jatuhnya
                  Kota Tishri berarti seluruh negeri telah dikuasai.”


                         ”Tapi kenapa belum ada pengumuman siapa yang berkuasa?
                  Kenapa Tamus tidak muncul dan mengumumkan dia  menjadi raja?
                  Bukankah itu yang dia inginkan?” Ilo bertanya lagi.

                         ”Karena bukan  Tamus yang akan duduk di kursi kekuasaan,” Tog
                  yang menjawab, suara beratnya terdengar seperti mengam­bang di udara.


                         Kami menoleh kepadanya. Bukan hanya aku yang bingung, dahi Ali
                  terlihat berkerut. Kalau bukan Tamus, lantas siapa? Bukankah memang






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   317   318   319   320   321   322   323   324   325   326   327