Page 358 - Tere Liye - Bumi
P. 358

TereLiye “Bumi”   355




                  kekuasaan si bungsu semakin besar, ibunya yang tamak semakin kuat,

                  maka tibalah mereka dengan ide menguasai dunia lain. Tidak merasa
                  cukup atas Klan Bulan.

                         ”Aku Panglima Pasukan Bayangan saat itu, pemimpin  delapan
                  panglima lainnya. Usiaku masih muda, seratus tahun. Raja memanggilku,
                  memintaku memimpin penyerangan ke dunia lain, menguasai dunia
                  Makhluk Rendah. Aku bertanya, bagai­mana sekat itu akan dibuka? Raja
                  mengacungkan Buku Ke­mati­an yang dia miliki. Aku masih terlalu muda,
                  dan dengan janji gelimang kekuasaan, dijanjikan menjadi raja di dunia
                  itu, tunduk dalam  perintah mereka, aku membantu rencana Raja dan
                  ibunya. Adalah tugasku sebagai Panglima untuk setia pada Raja. Tapi
                  banyak yang menolak rencana gila itu. Av salah satu­nya, juga ayah Tog,
                  Panglima Timur saat itu. Mereka meminta bantuan Pasuk­an Cahaya dari
                  Klan Matahari. Pertempuran besar me­letus.


                         ”Raja dan ibunya yang tamak terbunuh, puluhan ribu Pasuk­an
                  Cahaya tewas, apalagi Pasukan Bayangan, tidak terhitung. Kami kalah
                  pengetahuan dan teknologi dibanding  mereka. Pasukan Cahaya kembali
                  ke dunia mereka,  mengunci seluruh sekat. Keraja­an hancur lebur.
                  Penduduk memutuskan untuk mem­bentuk Komite Kota  sebagai
                  penguasa baru. Aku? Av dan ayah  Tog tidak pernah tahu intrik politik
                  sebenarnya. Mereka hanya memahami kulit luarnya saja, bahwa aku
                  penjahat­nya. Bahwa aku akal keji dari seluruh rencana itu.
                  Ke­nyataannya? Tidak sama sekali. Aku korban ambisi. Apa dosanya
                  dengan setia pada  raja? Bahkan aku tidak tahu bahwa dia seharusnya
                  tidak pernah jadi raja.”


                         Tamus menghela napas perlahan, yang membuat butir salju
                  berguguran di sekitar kami.

                         ”Siapa pun yang  memenangkan pertempuran, maka dialah yang
                  menulis catatan sejarah. Aku adalah pihak yang kalah pe­rang, melarikan
                  diri, memutuskan mulai mempelajari banyak buku tua, catatan­catatan
                  lama, hingga akhirnya aku tahu ke­benaran itu. Si Tanpa Mahkota adalah
                  orang yang paling berhak menguasai dunia ini. Aku adalah korban ambisi
                  raja palsu dan ibunya yang tamak.”










                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   353   354   355   356   357   358   359   360   361   362   363