Page 355 - Tere Liye - Bumi
P. 355

TereLiye “Bumi”   352




                         ”Baik, sebelum aku memberitahu kenapa kamu begitu spesial, akan

                  kuceritakan sebuah kisah, Gadis Kecil. Agar kamu mengerti apa yang
                  telah terjadi. Jika kamu telah mendengar versi yang me­nyesatkan
                  sebelumnya, maka ini akan meluruskannya.” Tamus memejamkan mata,
                  seperti sedang memilih kalimat terbaik untuk me­mulai cerita.

                         ”Dua ribu tahun lalu, lahir seorang bayi yang gagah dan tampan.
                  Sejak kecil sudah terlihat sekali betapa besar ke­kuatan anak ini.
                  Tumbuh remaja, beranjak dewasa, pemuda ini me­mutus­kan pergi
                  melihat dunia. Dia ingin belajar apa pun. Dia men­datangi setiap sudut.
                  Tidak puas di Klan Bulan ini, dia  mem­buka sekat ke dunia lain.
                  Mendatangi Klan Matahari, dunia Makhluk Rendah, bahkan hingga Klan
                  Bintang yang berada di titik jauh.  Tidak terbayangkan betapa jauh
                  perjalanan yang per­nah dia lakukan.


                         ”Saat usianya dua puluh tahun, terbetik kabar, ibunya me­ninggal
                  dunia. Pemuda ini bergegas kembali, hanya untuk me­nemu­kan pusara
                  ibunya. Ayahnya memeluknya penuh kesedihan. Itu kabar malang bagi
                  seluruh negeri. Pemuda ini menjadi piatu. Ayahnya kehilangan istri yang
                  amat dia cintai.


                         ”Tetapi dua tahun setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi
                  dengan seorang gadis jelita, ke­cantik­annya terkenal di se­luruh negeri.
                  Dan tidak lama setelah pernikahan itu berlangsung, lahir­lah si kecil adik
                  tirinya. Pemuda gagah ini kembali me­ngunjungi banyak tempat, dia tahu
                  kabar bahagia dari ayah­nya yang kembali menikah, juga tahu kelahiran
                  adik tirinya, tapi dia sibuk belajar untuk melupakan kesedihan karena
                  mengingat ibu­nya.

                         ”Usia empat puluh tahun, pemuda ini telah menjadi seseorang yang
                  begitu lengkap. Wajahnya gagah, perawakannya memesona, ilmunya
                  tinggi, dan kekuatan yang dimilikinya  tidak terbilang. Dia adalah putra
                  pertama ayahnya, maka bahkan tanpa se­mua kehebatan itu, dia jelas
                  lebih berhak mewarisi apa pun yang dimiliki ayahnya, termasuk mahkota
                  raja.


                         ”Tapi apa yang terjadi? Ayahnya yang  sepuh, sakit­sakitan, justru
                  menunjuk adik tirinya. Keputusan yang mengejutkan se­luruh negeri.
                  Pemuda ini datang  menghadap ayahnya, me­minta penjelasan. Ayahnya






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   350   351   352   353   354   355   356   357   358   359   360