Page 354 - Tere Liye - Bumi
P. 354

TereLiye “Bumi”   351




                  Bagian Terlarang? Buku milikmu. Buku Kehidupan. Aku tidak

                  menemukannya di Bagian Terlarang, tapi tidak masa­lah, buku ini justru
                  datang sendiri menemuiku, bersama pemilik aslinya.”

                         Aku menatap buku PR matematikaku yang dipegang Tamus.


                         ”Seribu tahun aku hidup dalam pelarian, Gadis Kecil. Seribu tahun
                  aku mengelilingi sudut dunia, menyiapkan rencana besar ini. Aku
                  mengumpulkan orang­orang, melatih  mereka, menyiap­kan­ mereka,
                  meski kemudian sebagian  kecil dari  mereka justru meng­khianatiku.”
                  Tamus menunjuk Miss Selena dengan wajah meng­hina. ”Hari ini seluruh
                  rencana itu sempurna. Aku me­nguasai seluruh kota, memiliki Buku
                  Kehidupan, dan kamu ada di sini. Malam ini semua akan selesai.”

                         Aku menelan ludah. Dengan posisi sedekat ini, aku bisa  me­lihat
                  Miss Selena tidak pingsan. Dia sadar, bisa mendengar se­luruh
                  percakapan dengan tubuh terluka. Tapi jaring perak di tubuh­nya
                  mengunci, tidak memberi celah untuk bergerak atau bicara.


                         ”Dalam cerita ini, aku  bukan orang jahat, Nak. Kamu keliru jika
                  menatapku penuh kebencian.”  Tamus menggeleng, dia me­megang
                  daguku, membuatku mendongak. ”Saat usiamu sembilan tahun aku
                  justru mengirimkan hadiah, kotak  dengan dua kucing itu. Kamu
                  menerimanya, bukan? Dua ekor kucing yang lucu. Aku justru
                  menyayangimu, anak kecil yang malang.”


                         Jika situasiku lebih baik, aku akan memukul sosok tinggi kurus ini.
                  Aku benci dia menyebut­nyebut kucing itu—dia me­ngirim kucing itu
                  untuk mengawasiku. Tetapi tubuhku masih mati rasa, dan dua Panglima
                  Pasukan Bayangan mencengkeram bahuku agar bisa berdiri.

                         ”Tidak pernahkah kamu bertanya, kenapa kamu memiliki kekuatan
                  itu? Bisa menghilang? Di dunia ini sekalipun itu tetap menakjubkan. Ada
                  yang harus berlatih di akademi ber­tahun­tahun, kemudian berlatih di
                  Pasukan Bayangan lebih lama lagi, bahkan tidak bisa menghilangkan
                  jempolnya sendiri. Kenapa kamu sebaliknya, menguasainya sejak usia
                  dua tahun? Karena kamu mewarisi sesuatu, sekaligus mewarisi buku ini.”
                  Tamus menatapku dengan sorot tajam.  Embusan napas dinginnya
                  me­nerpa wajahku, membuat kulitku membeku, seperti disiram es.







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   349   350   351   352   353   354   355   356   357   358   359