Page 350 - Tere Liye - Bumi
P. 350

TereLiye “Bumi”   347




                         ”Ini menarik,” Stad mendesis, matanya menatap galak. ”Aku tidak

                  tahu ada petarung  Klan Matahari di antara kalian. Tamus tidak bilang.
                  Dan kamu mengenakan sarung tangan itu, Sarung Tangan Matahari.

                         ”Aku tidak peduli  Tamus menginginkan kalian hidup­hidup. Aku
                  akan menghabisi kalian.” Stad menggeram jengkel, lalu mengacungkan
                  tangan. Seluruh ruangan tiba­tiba terasa dingin, butir salju turun di
                  sekitar kami.


                         Aku tahu apa yang dilakukan Stad,  dia memiliki kekuatan itu,
                  meski tidak sekuat Tamus. Empat panglima di sebelahnya juga
                  melakukan hal yang sama. Mereka siap mengirim serangan me­matikan
                  seperti saat Tamus menghabisi Miss Selena.

                         Ali melangkah mundur di belakangku dan Seli.


                         Aku mengangkat  tangan, bersiap menyambut serangan, sarung
                  tanganku kembali berwarna hitam pekat. Juga Seli, sarung tangannya
                  berwarna terang kemilau.

                         Tanpa banyak cakap lagi, Stad dan keempat panglima itu lompat
                  menyerang kami. Tapi tiba­tiba tubuh mereka meng­hilang, lalu muncul
                  di depan kami dengan tinju terarah sem­purna.


                         Aku segera membuat tameng besar, berusaha menyerap se­banyak
                  mungkin serangan. Seli melontarkan petir ke depan.  Dua serangan
                  mereka terserap tamengku, satu orang lagi terbanting terkena sambaran
                  petir Seli, tapi dua tinju berhasil menerobos pertahanan, satu mengenai
                  tubuhku, satu mengenai Seli. Bunga salju berguguran di sekitar kami.


                         Aku dan Seli terpelanting ke belakang, tertahan dinding. Itu
                  pukulan yang kencang. Tubuhku serasa remuk, dan  hawa di­ngin
                  menyelimuti tubuhku, membuat badanku mati rasa. Kondisi Seli lebih
                  parah. Dia tergeletak, darah segar keluar dari bibirnya. Sarung tangan
                  kami menjadi redup.

                         Stad melangkah mendekatiku, siap mengirim pukulan memati­kan.


                         Ali berseru, takut­takut mencoba menghalangi. Mudah saja bagi
                  Stad, dia mendorong Ali. Tubuh Ali terpental ke tengah ruang­an,






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   345   346   347   348   349   350   351   352   353   354   355