Page 57 - Tere Liye - Bumi
P. 57

TereLiye “Bumi”   54











                                H, hei.” Aku bergegas menyejajari langkah Ali. ”Dari mana
                  kamu tahu si Hitam hilang?”


                         Sambil nyengir, Ali tidak mengacuhkan pertanyaanku, dan terus
                  berjalan.

                         ”Dari mana kamu tahu?” Aku menghalangi langkahnya. Sebal.


                         ”Jawab dulu salamku yang tadi,” Ali berkata santai, ”baru
                  kupikirkan akan memberitahumu atau tidak.”


                         Aku melotot, sebal bukan kepalang. Kutatap wajah Ali dengan
                  galak, tapi tidak mempan. Sepertinya aku tidak punya pilihan.  Ali tidak
                  akan mengalah hanya karena aku cewek. Baik­lah. ”Pagi juga,” jawabku.

                         ”Ah, itu sih bukan menjawab salam. Itu orang lagi ketus.”


                         Ingin rasanya aku mendorong tubuh si biang kerok itu.

                         ”Coba diulangi. Nah, selamat pagi, Ra....”


                         Aku menelan ludah, meremas jemari.

                         ”Selamat pagi, Ra,” Ali mengulang salamnya, cengar­cengir, sengaja
                  benar menunggu jawabanku.


                         ”Selamat pagi, Ali.” Aku benar­benar kalah.

                         ”Masih belum pas, Ra. Masih kayak  orang kebelet ke toilet.” Ali
                  tertawa.


                         Aku hampir mendorong badannya, jengkel.

                         ”Selamat pagi, Ra,” Ali mengulang salamnya sambil menahan tawa.


                         ”Selamat pagi, Ali.” Kali ini aku menjawab sungguh­sungguh.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62