Page 52 - Tere Liye - Bumi
P. 52

TereLiye “Bumi”   49




                  Hitam di cermin, tidur di dekat si Putih. Aku refleks menoleh ke atas

                  ranjang. Tidak ada. Refleks kembali menoleh ke cermin. Tidak ada.

                         Aku menelan ludah, melangkah lebih dekat ke cermin besar persis
                  di samping ranjangku, memasti­kan. Aku tidak mungkin salah lihat, aku
                  tadi melihatnya di da­lam cermin, si Hitam tidur di sebelah si Putih. Ini
                  benar­benar ganjil.


                         Aku menatap lamat­lamat cermin besar, yang sekarang hanya
                  memantulkan apa yang ada di kamar. Hanya ada si Putih dan aku—yang
                  merapikan rambut panjangku, sambil menatap sekitar dengan bingung.

                         Ini bukan hari terbaikku. Tadi pagi aku dihukum Miss Ke­riting,
                  menunggu di lorong kelas selama pelajarannya, bertengkar de­ngan Ali.
                  Siangnya, pulang sekolah, kucingku hilang satu. Malam ini, baru saja aku
                  tahu Papa punya masalah di kantor, ditambah pula aku jadi susah tidur.


                         Aku sudah berbaring, menutup tubuh dengan selimut, me­meluk
                  guling, tapi aku hanya menatap cermin di kamar. Aku mematut­matut,
                  meletakkan tangan di wajah, menghilang, lantas meng­intip dari sela jari,
                  menatap cermin besar itu, berharap melihat se­suatu. Tidak ada si Hitam
                  di sana.

                         Suara hujan deras me­menuhi langit­langit kamar. Kelebat petir
                  terlihat dari balik  tirai jendela. Guntur menggelegar. Ca­haya remang
                  kamarku terlihat memantul di cermin besar. Temaram. Tidak ada apa pun

                  di sana.

                         Aku menghela napas kecewa. Aku yakin sekali tadi melihat si Hitam
                  di dalam cermin.


                         Hingga satu jam berikutnya, tetap tidak ada apa pun dan siapa pun
                  di cermin besar itu.

                         Aku kelelahan, dan jatuh tertidur.


                         ***

                         Pagi sekali, jam beker alami rumah kami, Mama, sudah ber­teriak­
                  teriak membangunkan. ”Ra, bangun! Papa harus berangkat pagi, ayo
                  bangun!”





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57