Page 76 - Tere Liye - Bumi
P. 76
TereLiye “Bumi” 73
Kami berdua mengangguk.
Tetapi lima belas menit berlalu, jangankan mengerjakan PR,
membuka buku bahasa Indonesia pun tidak. Seli lebih tertarik dan
memaksa ingin tahu kenapa Miss Keriting datang ke rumahku. Aku mau
jawab apa, coba? Seli bahkan memeriksa buku PRku, penasaran, apa
istimewanya buku PR itu hingga diantar langsung Miss Keriting. Lima
menit sibuk memeriksa, Seli menyerahkan lagi buku itu sambil menghela
napas kecewa. ”Tidak ada apaapanya. Sama saja dengan buku PRku,
malah nilainya lebih bagus punyaku. Kenapa sih Miss Keriting ke
rumahmu, Ra?”
”Aku tidak tahu.” Aku melotot, bosan memegang buku bahasa
Indonesia yang sejak tadi tidak kunjung dibuka. ”Atau begini saja, besok
kamu tanyakan ke dia langsung. Kan jadi jelas. Nanti aku temani.”
Seli memajukan bibirnya, lagilagi hendak berkomentar sesuatu,
tapi suara bel gerbang depan sudah berbunyi nyaring.
”Biar Mama yang buka, Ra.” Suara Mama terdengar dari dalam.
”Kalian belajar saja.”
Aku tertawa. Apanya yang belajar? Aku beranjak berdiri. Seli juga
ikut berdiri, mengikutiku ke depan hendak membuka gerbang. Dua
karyawan toko elektronik terlihat sedang repot menurunkan boks besar
dari mobil. ”Ma, mesin cucinya datang!” aku berteriak dari halaman.
Sekitar lima belas menit kami menonton Mama mengomeli
karyawan yang sibuk bolakbalik menukar mesin cuci baru, menguji
coba mesin cucinya, memastikan kali ini tidak ada masalah. Mereka
terlihat serbasalah, menganggukangguk mendengar omelan Mama.
”Ternyata mamamu sama seperti mamaku, Ra,” Seli berbisik.
Karyawan toko elektornik itu untuk kesekian kali minta maaf,
membungkuk, hendak berpamitan.
”Apanya yang sama?” Aku menoleh ke Seli. Kami masih berdiri
menonton.
”Galak! Kasihan karyawan tokonya,” Seli bergumam pelan.
http://pustaka-indo.blogspot.com