Page 42 - Bank Soal UP PPG Daljab 2019/2020
P. 42
Kisi-Kisi Soal UP_2019_Encar_PPGPAI_LPTK_UINSGD
Sesuatu (mukjizat) yang tidak menyalahi tradisi, atau kejadiannya sesuai dengan kebiasaan yang
umum atau bahkan lazim berlaku, tidak dapat dikatakan mukjizat. Itulah sebabnya mengapa banyak
hal aneh yang dikeluarkan oleh ahli-ahli sulap bahkan ahli-ahli sihir tidak dinyatakan sebagai
mukjizat (QS. Al-Nisa/4: 171).
Mengingat pada dasarnya tidak menyalahi kebiasaan karena dia tidak sungguh-sungguh, dan banyak
orang lain yang bisa melakukan hal serupa atau bahkan lebih dari itu. Berbeda dengan
kemampuan Nabi ‘Isa almasih menghidupan orang mati yang tidak pernah bias dilakukan oleh siapa
pun. Demikian pula dengan kemukjizatan tongkat Nabi Musa as yang bisa berubah menjadi ular
sunggguhan (Thu’banun mubin) (QS. Al-A’raf /7:107 dan QS. As-Shura/26: 32).
Contoh mukjizat lain ialah kemampuan Nabi Sulaiman as berkomunikasi dengan semua hewan (QS.
Al-Anbiya/21: 81 dan QS. Al-Maidah/5:110). Begitu pula dengan ketidakterbakaran Nabi Ibrahim as
saat dilemparkan ke dalam kawah yang sedang mendidih (QS. Al-Anbiya/21: 68-69).
Semua peristiwa yang baru disebutkan dinamakan mukjizat, karena semua peristiwa ini memang tidak
pernah mentradisi. Maksudnya, masing-masing peristiwa di atas hanya terjadi sekali atau sesekali
sepanjang zaman dan untuk orang-orang tertentu saja di tengahtengah sekian banyak manusia.
Atas dasar ini, maka sihir, seperti disinggung di atas, tidak dapat dikatakan sebagai mukjizat karena
kejadiannya tidak sungguhan semisal lipatan kertas atau dedaunan menjadi uang, sapu tangan menjadi
burung, dan lain-lain. Demikian pula dengan tukang sulap meskipun sering dianggap menyalahi
kebiasaan. Sebab sihir, sesuai dengan salah satu makna harfiahnya, berarti dusta alias tipu daya (tidak
sesungguhnya). Sedangkan mukjizat adalah sesuatu yang benar-benar terjadi.
2. Unsur pokok kedua dari mukjizat ialah bahwa mukjizat harus dibarengi dengan Perlawanan
seimbang. Maksudnya, mukjizat harus diuji dengan melalui pertandingan atau perlawanan
sebagaimana layaknya sebuah pertandingan. Untuk membuktikan bahwa itu mukjizat, harus ada
upaya konkret lebih dulu dari pihak lain (lawan) untuk menandingi mukjizat itu sendiri. Dan pihak
yang menandingi itu harus sepadan atau sebanding dengan yang ditandingi. Jika pihak yang
menandingi atau melawan tidak sebanding kelasnya, maka itu bukan lagi mukjizat namanya. Sebab,
kekalahan yang diderita pihak lawan yang tidak selevel misalnya, tidak menunjukkan kehebatan si
pemenang, dan tidak pula berarti mengisyaratkan ketidakmampuan pihak yang kalah (lawan).
Sebagai contoh, tongkat Nabi Musa as yang dilemparkan menjadi ular sungguhan yang dalam Al-
Qur’an dibahasakan dengan thu’banun mubin, itu benar-benar ditandingi oleh sahirin (Para penyihir)
yang dikendalikan Fir’aun. Tapi, sihir-sihir yang dikerahkan seluruh kaki tangan Fir’aun itu kemudian
ternyata dikalahkan dan tidak pernah mampu mengalahkan mukjizat Allah yang diberikan kepada
Nabi Musa as, dalam kaitan ini tongkat yang menjadi ular.
3. Mukjizat itu tak terkalahkan. Unsur ketiga dari suatu mukjizat adalah bahwa mukjizat itu setelah
dilakukan perlawanan terhadapnya, ternyata tidak terkalahkan untuk selamalamanya. Jika
sesuatu/seseorang memiliki kemampuan luar biasa, tetapi hanya terjadi seketika atau dalam waktu
tertentu, maka itu tidak dikatakan mukjizat. Katakanlah misalnya seorang petinju kelas berat sekaliber
siapapun, tidak dapat dikatakan memiliki mukjizat. Selain karena mukjizat hanya diberikan kepada
nabi Allah, juga dalam kenyataannya tidak satu pun petinju kelas berat dunia yang sakti dan abadi
dalam artian terus menerus tak terkalahkan sepanjang karirnya sebagai petinju. Demikian pula
misalnya dengan pesilat, pegulat, pebulu tangkis, dan lain sebagainya.
Pembagian Mukjizat
Mukjizat sendiri dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu: mukjizat yang bersifat material indriawi lagi
tidak kekal, dan mukjizat material, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa.
Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat
material dan indriawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat
indara oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.
Page 38 of 107