Page 295 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 295
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
dari Pamijahan Jawa Barat dianggap memiliki otoritas untuk meneruskan silsilah
Shattariyah di wilayahnya masing-masing. 135
Dalam tradisi sastra Kraton Jawa, luasnya pengaruh Martabat Tujuh dalam
beragam tarekat juga menjadi salah satu tema yang dibicarakan dalam Serat
Centini, sebuah contoh paling representatif yang menunjukkan kuatnya
gagasan 'panteisme' dan monisme dalam tradisi sastra tembang suluk Jawa
sekitar awal abad ke-19. Tokoh utama cerita adalah Syeikh Among Raga yang
disebut mengamalkan beberapa praktek tarekat termasuk Naqsabandiyah dan
Shattariyah. Berbagai elemen santri dalam Serat Centini menunjukkan adanya
136
upaya mengadopsi kehidupan sinkretis agama sebagai hasil dari konsiliasi
dan harmonisasi dua kecenderungan keagamaan di masyarakat Jawa, antara
137
mistisisme Jawa tradisional dan legalistik Islam ortodoks. Ricklefs menyebutnya
sebagai bentuk sintesis mistik. Sebuah sintesis yang didasarkan pada tiga pilar
utama: identitas Islam yang kuat bagi orang Jawa, pelaksanaan lima rukun Islam,
dan penerimaan terhadap realitas spiritual khas Jawa. Mengalami kesulitan
untuk memaparkan doktrin sufi terkait tujuh tahapan emanasi, penulisnya
memanfaatkan metafor Hindu-Jawa tentang hubungan Wisnu dan Kresna.
Sebuah kesadaran identitas sebagai seorang Muslim sekaligus Jawa. 138
Upaya konsiliasi dan harmonisasi melalui sintesis mistik ini merupakan tema
paling penting dan populer dalam literatur mistik kraton pada pertengahan
kedua abad ke-18 sebagaimana tampak pada Serat Cebolek dan Serat Dewa
139
Ruci. Begitu pun Wirid Hidayat Jati karya Ronggowarsito juga menunjukkan
Makam Syeikh Burhanuddin dari
Ulakan yang membawa silsilah
tarekat Shattariyah di Sumatera
Barat.
Sumber: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya.
281