Page 298 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 298

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    1.   Asal ge balung sabalung,            Asal juga setulang,
                                         asal ge daging sadaging,            asal juga sedaging,
                                         asal sungsuam sungsuam,             asal juga sesumsum,
                                         asal ge getih sagetih,              asal juga sedarah,
                                         kuma kasonoanana,                   tergantung kesukaannya,
                                         ka nu hiji ti sasari.               pada yang tunggal seperti biasa.


                                    2.   Asal ge hayun sahayun,              Asal juga hayun (hidup) sehayun,
                                         asal ge hurip sahurip,              asal juga hidup sehidup bahagia,
                                         asal ge hayat sahayat,              asal juga hayat sehayat,
                                         asal ge jati sajati,                asal juga jati sejati,
                                         kuma kasonoanana,                   tergantung kesukaannya,
                                         asal lautan sahiji.                 asal satu lautan.





                                    Mustapa mencoba mengungkapkan perasaan dirinya yang kembali ke dalam
                                    sebuah situasi batin ketuhanan yang berpuncak pada asal kesejatiannya di
                                    alam batin ketuhanan. Mustapa menggunakan metafor tubuh (balung, daging,
                                    sungsuam, getih) untuk memulangkan kesadarannya. Ia menyadari bahwa
                                    dirinya semula berasal dari Yang Mutlak, setulang, sedaging, sesumsum, dan
                                    sedarah. Sebuah metafor kesatuan mutlak yang tiada terbagi. Ia merasa lenyap
                                    (fana’) dalam dominasi Tuhan. Ia menyebut keadaan ini dengan sehidup (hayun,
                                    hurip, hayat) yang menegaskan keadaannya semula yang senafas dan sejiwa
                                    dengan Yang Mutlak. Ia menutupnya dengan metafor asal lautan sahiji. Sebuah
                                    ungkapan kesadaran tentang asal muasal diri yang bersumber dari Yang Tunggal.

                                    Perasaan 'kembali kepada asal kesejatian diri' di alam ahadiyat tersebut kiranya
                                    menjadi kata kunci dari banyak dangding dan prosanya. Millie menyebutnya
                                    "arriving  at the point of departing."  Ia di banyak tempat dalam karyanya
                                                                        149
                                    mengungkapkannya:

                                         Kalinglung lamun kalarung           Bingung bila tersesat
                                         tinggaleun dituang bumi             Tertinggal dimakan tanah
                                         beuki anggang beuki beurang         makin berjarak makin siang
                                         beuki leungit beuki leungit         makin hilang makin hilang
                                         mun kurang amit mundurna            kalau kurang pamitannya
                                         nepi kana urut indit                sampai pada tempat kembali

                                         Ari ieu kiblat nu dibalikkeun supaya kanyahoan nu araranut ka Rasulullah,
                                         malik ati ka wiwitan jeung kasebut malik kana urut indit. Jadi basa: Ti
                                         dinya nya bijil ka dinya surupna.










                    284
   293   294   295   296   297   298   299   300   301   302   303