Page 450 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 450
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Kantor Pengurus Besar Himpunan
Masiswa Islam (HMI)), Menteng,
Jakarta.
Sumber: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya.
HMI lahir pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta, kota perjuangan di masa revolusi.
Yogyakarta sangat kondusif sebagai tempat berdirinya pergerakan mahasiswa
seperti HMI, tidak hanya karena Yogyakarta sebagai ibukota negara Indonesia,
tapi juga karena keberadaan beberapa perguruan tinggi saat itu. Sebenarnya, di
level nasional sudah ada gerakan pemuda Islam yaitu GPII (berdiri 1945), namun
kurang menyentuh kalangan terpelajar. Gerakan mahasiwa yang sudah ada saat
itu, yaitu Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY berdiri 1946) dan Sarikat
Mahasiswa Indonesia Solo (SMI berdiri 1946) dirasa kurang berhasil karena
merupakan gerakan lokal dan juga sekuler. Kerinduan kalangan terpelajar
akan gerakan untuk kalangan terpelajar Muslim di level nasional—seperti JIB
dan SIS di masa koloial—telah mendorong munculnya Himpunan Mahasiswa
Islam dan Pelajar Islam Indonesia tahun 1947. Ridwan Saidi mencatat bahwa
secara ideologis HMI merupakan penerus idealisme JIB, walaupun hal dibantah
secara tegas oleh penulis HMI lain, yang mengatakan bahwa HMI tidak ada
hubungannya dengan JIB. 21
Adalah Lafran Pane yang sering disebut sebagai pemrakarsa berdirinya HMI.
Lafran Pane adalah adik dari tokoh sastra Indonesia terkenal Sanusi pane dan
Armijn Pane. Pane saat itu tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Islam
(STI, sekarang UII). Latar belakang pendidikan agama yang kuat serta interaksi
Pane dengan para dosen STI—seperti Abdul Kahar Muzakkir, HM. Rasjidi,
Fathurrahman Kafrawi, Kasman Singodimedjo, dan Prawoto Mangkusasmito—
yang kemudian menginspirasinya untuk mendirikan gerakan mahasiswa Islam.
Hampir identik dengan berdirinya JIB, HMI lahir untuk tujuan mengajarkan nilai-
434