Page 452 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 452
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Secara ideologis, HMI sering dianggap sebagai onderbouw-nya Masyumi,
seperti dikatakan Victor Tanja yang mendasarkan asumsinya pada keputusan
Kongres Umat Islam 1949 bahwa HMI dan PII adalah satu-satunya organisasi
mahasiswa dan pelajar. Hal lain yang mendorong asumsi banyak orang adalah
kedekatan ideologis HMI dengan Masyumi. Pada Kongres V di Medan (1957),
HMI menuntut partai-partai Islam seperti Masyumi, NU, PSII, dan PERTI untuk
bisa memperjuangkan Islam menjadi dasar negara RI dalam Majlis Konstituante.
Sitompul menegaskan bahwa tuntutan ini legal karena Majlis Konstituante
adalah yang dibentuk secara resmi oleh presiden untuk membuat konstitusi
negara yang baru. 28
Sitompul juga menegaskan bahwa kebetulan HMI dan Masyumi memiliki
beberapa kesamaan ideologis karena kondisi umat Islam saat itu, meskipun MI
tetap organisasi yang independen dan bukan onderbouw Masyumi. Hal ini juga
dibuktikan bahwa aktivis HMI saat itu tidak harus memilih partai Masyumi pada
pemilu 1955, tapi terserah pada hati nurani masing-masing.
29
HMI sebagai organisasi HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua dan terbesar ini mengalami masa
mahasiswa tertua dan kejayaan pada periode 1970-an. Dinamika intelektual di kalangan aktivis HMI
terbesar ini mengalami berkembang, seperti adanya Limited Group-nya Djohan Effendi, M. Dawam
masa kejayaan pada
periode 1970-an. Rahardjo dan Ahmad Wahib di Yogyakarta. Selain tokoh-tokoh di atas, lahir juga
HMI mempunyai dari rahim HMI beberapa tokoh nasional seperti Nurcholish Madjid, M. Amien
peran penting Rais, Fahmi Idris, Deliar Noer, Adi Sasono, dan lain-lain. Rahardjo menekankan
30
dalam membentuk
kecendekiawanan bahwa HMI mempunyai peran penting dalam membentuk kecendekiawanan
31
Nurcholish Madjid. Nurcholish Madjid. Kebijakan depolitisasi umat Islam yang dilancarkan
Nurcholish Madjid pemerintah Orde Baru telah membuahkan sikap politik kooperatif HMI. Dalam
mengeluarkan
pernyataan yang kondisi politik seperti ini, Nurcholish Madjid mengeluarkan pernyataan yang
sangat terkenal yaitu sangat terkenal yaitu “Islam Yes, Politik No”. Penyataan ini sebagai upaya untuk
“Islam Yes, Politik No”. mengubah pola perjuangan umat Islam yang selama ini lebih banyak di politik
ke pola perjuangan kultural.
Dinamika internal dalam HMI pada akhir 1960-an cukup menggoncang HMI.
Ahmad Wahib dan Djohan Effendi adalah dua aktivis HMI Jawa Tengah yang
dikenal dengan pemikirannya yang sangat kritis dan progesif. Sejak 1967-an
mereka merasa tidak “kerasan” di dalam HMI karena organisasi mahasiswa
ini kurang mengakomodir pemikiran meraka yang progresif. Beberapa aktivis
HMI bahkan menyebut HMI bukan habibat yang tepat bagi Wahib dan Effendi.
Dinamika (untuk tidak menyebut konflik) internal tersebut berujung pada
keluarnya Wahib dan Effendi dari HMI pada September 1969.
32
Organisasi mahasiswa HMI mengalami kemunduran dan perpecahan pada 1980-
an. Tahun-tahun ini sebenarnya merupakan puncak dari depolitisasi pemerintah
Orde Baru. Berbagai konflik vertikal terjadi pada tahun-tahun ini seperti kasus
Komando Jihad (1980-an), Usroh (1985-1986), dan Tanjung Priok (1984). Pada
436