Page 10 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 10
10
tahu kepada belanda dimana Cut Nyak Dhien berada dan merencanakan
untuk menangkapnya namun akhinya Cut Nyak Dhien mengetahuinya,
akhirnya teuku leabeh bersama dengan pasukan belanda terbunuh.
Semakin menua kondisi kesehatan Cut Nyak Dhien semakin
memprihatinkan, matanya yang sudah mulai rabu, dan hal ini membuat
iba dan akhirnya salah satu anak buahnya yang bernama Pang Laot
memberi tahu lokasi Cut Nyak Dhien kepada Belanda dengan syarat
mereka harus merawat Cut Nyak Dhien dengan baik kemudian Belanda
mengasingkan Cut Nyak Dhien di Sumedang dan ia pun meninggal disana
pada tahun 1906.
2. Sisinga Mangaraja XII (Tapanuli Sumatera Utara)
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari
1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah
seorang raja di negeri Toba, Sumatra Utara, pejuang yang berperang
melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan
SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia dimakamkan di Tarutung
Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang
kemudian digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan
Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik takhta pada tahun 1876
menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu
Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan
Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan
dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda, dan yang
tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di
Sumatra terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini
membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi
lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas
kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya
untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan
tahun.
Pada 1824 Perjanjian Belanda Inggris (Anglo-Dutch Treaty of 1824)
memberikan seluruh wilayah Inggris di Sumatra kepada Belanda. Hal ini
membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk meng-aneksasi seluruh
wilayah yang belum dikuasai di Sumatra.
Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh (Perang
Aceh, dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Raja-raja huta
Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak,
sementara Raja Bakkara, Si Singamangaraja yang memiliki hubungan
dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu
meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman
diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para
penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja
XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba. Pada tanggal 6
Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman
penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil