Page 15 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 15
Penulisan sejarah di Indonesia sebenarnya
sudah ada sejak masa kerajaan Hindu-Buddha
berkembang di kepulauan Indonesia, misalnya reminder
“Pararaton”, “Negara Kertagama”, dan “Carita Dalam dekade 1970-an, tepatnya
Parahiyangan”. Demikian pula era kesultanan tahun 1977 terbit buku Sejarah
yang bercorak Islam, terbit misalnya; “Hikayat Nasional Indonesia (SNI) yang
terdiri dari 6 jilid yang diterbitkan
Tanah Hitu”, “Tuhfat al Nafis”, “Babad Tanah oleh Balai Pustaka Departemen
Jawi”, dan “Babad Kraton”. Akan tetapi karya- Pendidikan dan Kebudayaan. Buku
karya yang lebih bersifat sastra tersebut dinilai ini merupakan karya bersama
sejarawan Indonesia waktu
kurang bernilai sejarah karena sarat dengan itu dalam upaya mewujudkan
mitos-mitos seperti halnya historiografi Abad sejarah nasional. Duduk sebagai
Pertengahan di Eropa. editor umumnya adalah Sartono
Kemudian pada abad ke-19 beberapa Kartodirdjo, Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho
pelaku sejarah juga menuliskan beberapa Notosusanto
karya, seperti Pangeran Diponegoro menulis
Babad Diponegoro, yang ditulisnya pada tahun
1835, semasa dia berada di pengasingan.
Mungkin saja masih banyak pujangga dan pelaku sejarah abad ke-19 Indonesia
yang menulis, namun sejalan dengan perkembangan dunia kolonial, penelitian,
pengumpulan data dan komunikasi pemikiran sejarah pada abad ke-19 hampir
sepenuhnya berada di tangan orang-orang Belanda/Barat. Misalnya karya-
karya para peneliti mengenai keadaan wilayah dan sosial beberapa wilayah di
Nusantara, salah satu karya besar adalah penelitian mengenai Sumatra oleh
William Marsden dan Jawa oleh Sir Thomas Stanford Raffless.
Pada awal abad ke-20 perkembangan historiografi Indonesia dimulai
dengan munculnya studi sejarah yang kritis. Husein Djajadiningrat dapat
dikatakan sebagai orang Indonesia pertama yang melakukan prinsip-prinsip
metode kritis sejarah. Karyanya, Critische Beschouwingen van de Sejarah Banten
(1913) sebenarnya merupakan studi filologis yang menggunakan historiografi
tradisional sebagai obyeknya. Kemudian pada tahun 1936 giliran saudaranya,
Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat yang menerbitkan karya biografinya,
Kenang-kenangan Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat (Herrineringen van
Pangran Aria Achmad Djajadiningrat) dalam dua bahasa, Indonesia dan Belanda.
Sejarah Nasional Indonesia VI 11