Page 19 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 19
Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische
Partij. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1912 dikalangan orang-orang Indo
dan terpelajar Indonesia yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu E.F.E. Douwes
Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan Cipto Mangunkusumo. Cita-citanya adalah
agar orang-orang yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk
dalam pemerintahan. Adapun semboyannya adalah Indie Voor de Indier (Hindia
bagi orang-orang yang berdiam di Hindia).
Dibandingkan dengan Budi Utomo, keanggotaan dari Indische Partij
telah mencakup suku-suku bangsa lain diluar Jawa. Masa akhir Indische Partij
terjadi ketika organisasi ini dianggap radikal dan berbahaya oleh pemerintah
kolonial. Salah satu tulisan dari Suwardi Suryaningrat dianggap menghina
pemerintah kolonial berjudul Als Ik En Nederlander was (Andai Aku Seorang
Belanda) yang mengkritisi penarikan pajak dan iuran dalam rangka perayaan
100 tahun kemerdekaan Belanda. Oleh sebab itu pemerintah kolonial kemudian
menghapus organisasi ini dan kemudian membuang para pemimpinnya. Ketiga
tokoh pendiri dan pemimpin organisasi tersebut dibuang ke Belanda dari tahun
1913 sampai dengan 1918.
Masa radikal, diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan organisasi-
organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Pada umumnya
organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia
Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan tegas
menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka. Pada tahun 1908
di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging.
Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar dari Indonesia. Pada mulanya hanya
bersifat sosial yaitu untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama para
pelajar tersebut. Organisasi ini juga menginginkan adanya hak bagi bangsa
Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehubungan dengan itu Indische
Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan
Indonesia) dan bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sejalan
dengan itu majalah
Perhimpunan Indonesia (PI) yang semula bernama “Hindia Putra” juga
berganti nama menjadi “Indonesia Merdeka”. Para anggota PI berusaha
melakukan propaganda kemerdekaan Indonesia, seperti yang dilakukan oleh
Sejarah Nasional Indonesia VI 15