Page 20 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 20

Mohammad Hatta yang mengikuti Liga Anti Imperialisme, disana beliau terus
            berupaya menunjukkan bahwa Indonesia sanggup untuk merdeka. Di Indonesia
            sendiri  kemudian  muncul PNI,  sebuah  partai  nasionalis  yang dipimpin  oleh
            Soekarno. PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga

            syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu  jiwa nasional  (nationaale
            geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationaale daad).
                  Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang telah
            mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk menggalang

            persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres pemuda pertama
            di Jakarta pada bulan Mei 1926. PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres
            Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28
            Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen

            Bond, Sekar Rukun, Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-
            lain. Kongres ini berusaha mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil
            mencapai suatu kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda,
            yang isinya yaitu: Pertama, kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah

            darah  yang  satu,  tanah  Indonesia.  Kedua,  Kami  Putra  dan  Putri  Indonesia
            mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.Ketiga, Kami Putra dan Putri
            Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
                  Masa pergerakan nasional juga penuh gejolak dan dinamika, dimana pada

            10  tahun  pertama  banyak  sekali  organisasi  yang  muncul  dan  berkembang  di
            Indonesia. Namun pasca tahun 1930 pemerintah kolonial mulai bertidak keras
            dan represif dengan organisasi-organisasi tersebut. Banyak diantara organisasi
            tersebut dibubarkan dan para pemimpinnya menjadi tahanan politik pemerintah

            kolonial. Kemudian untuk melanjutkan pergerakan ini, banyak organisasi yang
            mulai lebih lunak agar tidak dilarang oleh pemerintah, masa ini dikenal dengan
            masa  bertahan.  Para  pemimpin  organisasi  dan  partai  menggunakan  taktik
            baru, yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai

            politik mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil
            jalan  kooperatif,  tetapi  sifatnya  sementara  (insidentil),  artinya  kalau  terjadi
            ketidakcocokan  dengan  politik  pemerintah  mereka  dapat  keluar  dari  Dewan
            Rakyat.





                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            16
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25