Page 106 - 02 Sang Pembebas dari Utara
P. 106
menerima perlakuan yang buruk. Setelah
PENINDASAN tentara Jepang mendarat di Pulau Kei, Mgr.
Aerts, seorang pemimpin gereja di Maluku
dibunuh. Demikian juga dengan enam
imam, delapan bruder, dan seorang suster.
Pada masa Pendudukan Jepang ini,
sejumlah pemimpin Katolik bumiputra Di Semarang, para pemuka agama di
ditahan. Kegiatan pelayanan, pendidikan, Vikariat Apostolik (bentuk otoritas kawasan
dan kesehatan nyaris terhenti. Mereka dalam Gereja Katolik Roma) ditangkapi.
dianggap sebagai mata-mata kolonial. Otoritas ini dibentuk dalam wilayah misi
Peristiwa itu membuat sebagian sebuah negara yang belum memiliki
dari mereka berbalik iman dengan keuskupan. Penahanan para pemuka agama
mengembalikan buku doa ke gereja. Akan dimulai sejak Mei 1942.
tetapi, pemimpin agama yang tersisa masih
berusaha turun ke daerah-daerah untuk Pada 30 Mei 1942, di Surakarta, tiga
memberikan pelayanan. misionaris Serikat Jesuit dan dua misionaris
Keluarga Kudus ditangkap. Pada 28 Juni
Pemimpin agama yang berdarah Belanda 1942, para bruder anggota Tarekat Maria
yang bertugas di luar Jawa mengalami Yang Dikandung Tanpa Noda di Surakarta
nasib tragis. Di Flores, sekitar 173 para ditahan. Sejumlah orang dari komunitas
misionaris ditawan dan dimasukkan ke Katolik di berbagai tempat lainnya ditawan.
kamp interniran. Di Maluku Tenggara, Menurut sumber, terdapat sekitar 170-an
para pemimpin agama Katolik di Langgur Yesuit dan 120 di antaranya Misionaris
Eropa, ditahan dalam kamp internir. 95
Untuk menegakkan kekuasaannya,
pemerintah Jepang mengeluarkan
sembilan undang-undang. Dua di
antaranya memuat aturan setiap gereja
wajib menggunakan bahasa Indonesia atau BUKU 2 | Sang Pembebas dari Utara
bahasa daerah dalam kegiatan khotbah,
nyanyian, dan ungkapan keagamaan.
Penggunaan bahasa Belanda dalam
kegiatan gereja dilarang.