Page 65 - Menabung_Ebook
P. 65

Dalam kamus susunan  Pigeaud yang berjudul  Javaans-Nederlands  Woordenboek
               dikenal sejumlah kata Jawa yang berkaitan dengan kegiatan menabung, yaitu celengan
               berarti  ’spaarpot’ (tempat menabung),  dicelengi  berarti  ’opgespaard’ (disimpan),  dan
               dicelengake berarti ’men spaart voor iemand’ (menabungkan untuk seseorang). Bahwa
               kata celengan berasal dari kata celeng yang artinya ’babi’ kiranya sudah jelas. Tetapi masih
               menjadi persoalan alasan harus istilah itu yang dipakai.

                   Sementara itu,  celengan  bisa  berbentuk makhluk  lain  selain  babi  bahkan  hanya
               sekedar bumbung. Mungkinkah arti awal kata celengan adalah simpanan, yaitu kekayaan.
               Jika asumsi itu benar, kata celengan memang diambil dengan sadar karena celeng atau
               babi dalam masyarakat masa lalu merupakan simbol kekayaan dan karena itu merupakan                 Menabung Membangun Bangsa
               salah satu jenis binatang yang paling awal dipelihara oleh umat manusia. Tanda-tanda ini
               pun masih bisa dilacak dalam berbagai masyarakat sederhana di pedalaman Indonesia.
               Sementara itu, di Jawa dan Sunda masih kita kenal mitos tentang “babi ngepet” atau
               sebutan serupa lainnya yang dikaitkan dengan upaya mencari kekayaan secara cepat.
               Sekali lagi kita menemukan hubungan antara kekayaan dan menggunakan babi sebagai
               simbolnya.

                   Di bekas ibukota Majapahit, yaitu Trowulan kita menemukan banyak indikasi adanya
               budaya menabung dengan cara menyimpan uang logam dalam tabung wadah terakota
               yang  kemudian  kita  kenal  dengan  sebutan  celengan.  Dalam  kaitannya  dengan  praktik
               menyimpan uang logam dalam wadah gerabah, perlu dipahami bahwa nilai mata uang
               logam itu tentunya pertama-tama tidak terdapat pada bendanya secara intrinsik, tetapi
               pada nilai ekonomi yang disepakati terhadap setiap pecahan mata uangnya, serta fungsi
               mata uang  itu  dalam  kehidupan  ekonomi  dan  nonekonomi.  Dalam  kasus  Trowulan,
               mata uang logam Cina merupakan satu-satunya jenis mata uang yang disimpan di dalam
               celengan.
                   Penggunaan mata uang logam Cina yang terbuat dari tembaga mulai diperkenalkan
               di Pulau Jawa sejak akhir abad ke-10 atau awal abad ke-11. Selama abad ke-11 hingga
               abad ke-13, Pulau Jawa merupakan salah satu mitra dagang yang penting bagi Cina dan
               Arab. Hal ini menjelaskan alasan mata uang Cina dibawa ke Pulau Jawa. Berita Cina juga
               menyebutkan bahwa mata uang Cina  digunakan secara umum dalam perdagangan di
               Pulau Jawa. Ditemukannya celengan bersandingan dengan mata uang logam Cina dari
               berbagai ukuran di situs Trowulan mengindikasikan bahwa kehidupan ekonomi Majapahit                55
               telah cukup berkembang. Munculnya tradisi menabung menandai makin luasnya fungsi
               uang dalam masyarakat tersebut. Mata uang tidak lagi hanya digunakan sebagai alat tukar,
               alat bayar, dan satuan hitung, tetapi juga sebagai alat penyimpan nilai.

                   Trowulan merupakan nama suatu daerah di wilayah Mojokerto dan sekaligus situs
               terpenting yang pernah menjadi pusat kerajaan terbesar di Pulau Jawa sebelum masa Islam,
               yaitu Kerajaan Majapahit. Celengan-celengan yang ditemukan di tempat ini sebagian besar
               tidak diketahui lokasi ditemukannya secara tepat. Sebagian besar barang itu diperoleh
               atau dibeli dari penduduk setempat yang mendapatkannya secara tidak sengaja. Hanya
               sebagian kecil diperoleh melalui penelitian dan penggalian secara sistematis. Sebagian
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70