Page 107 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 107

pernah diperlakukan olah para aktor   kemungkinan untuk meniadakan, atau,   Tetapi sementara itu masa depan yang   Jika sekiranya keyakinan Tauhid dan
 pendukung “gelombang” terbaru sebagai   setidaknya mengurangi monopoli ulama   makin bercorak “global” serta ditopang   hasrat transformatif dipakai sebagai
 hal-hal telah pula didapatkan, maka   sebagai “perumus realitas” menurut   oleh penguasaan “ilmu pengetahuan dan   patokan dalam menempatkan pemikiran
 referensi diri dan sumber “mitos” tak   kecamata Islam. Dengan kata lain,   teknologi” harus dihadapi dan masalah   dalam konteks histoire de mentalitѐ, maka
 lagi ingin dicari dari suasana apologis.   semua kecenderungan struktural ini   keterbelakangan dan kemiskinan umat   masalah fundamental yang pertama
 Maka usaha penggalian perbendaharaan   seakan-akan memberi kemungkinan bagi   harus pula diselesaikan. Ideologi politik   terletak pada makna yang diberikan
 ajaran doktrin dan kultural Islam,   keterlibatan seluruh umat dalam proses   Islam mungkin sedang mengalami proses   pada konsep Islam sebagai ad-din.
 pemahaman realitas umat dan bangsa,   wacana keagamaan.  re-examination, tetapi strategis perumusan   Apakah ini sesuatu yng bercorak holistik
 serta predicament dunia modern, pun   sosial-kultural yang sanggup sekaligus   atau esensialistik? Apakah ad-din
 dijalankan.  Sebagai gejala kultural, seperti telah saya   mengatasi permasalahan keterbelakangan   merangkul seluruh aktivitas kehidupan
 singgung di atas, “gelombang” kelima
 Sebagai fenomena sosial-historis   memberi kesan betapa unsur-unsur yang   umat dan tantangan masa depan semakin   ataukah hanya berkaitan dengan hal-hal
 “gelombang” kelima memperlihatkan   pernah dominan dalam ‘gelombang-  mendesak. “Negara” bisa jadi tidak lagi   yang langsung berhubungan dengan
 beberapa karakteristik yang menarik   gelombang” sebelumnya ingin berebutan   menjadi sasaran utama perjuangan,   keabsahan hubungan manusia dengan
 juga. Di samping kecenderungan yang   untuk berada di atas pentas. Jika dulu,   tetapi penghadapan diri umat semakin   pencipta-Nya dan antara sesama
 bersifat kosmopolitan dan internasional–   kesadaran akan “perbatasan umat”   menuntut tingkat “kecanggihan”   manusia? Adakah wilayah dalam
 antara lain akibat “revolusi” komunikasi   lebih ditunjukan kepada masyarakat   wawasan yang lebih tinggi. Maka,   kehidupan dalan mana keharusan fiqh
 dan informasi, perubahan struktural   yang masih kafir, maka kini konsep   terlepas dari penilaian tentang telah   telah irrelevant? Kedua, apakah Islam
 pascakemerdekaan yang dialami   “perbatasan” diarahkan kepada nilai   atau belum terjadinya terobosan yang   harus dilihat sebagai satu-satunya
 masyarakat Islam serta peristiwa-  dan kepercayaan yang dianggap sebagai   berarti dalam dunia pemikiran Islam–  landasan yang sah dari perubahan
 peristiwa penting yang terjadi di dunia   ancaman terhadap keutuhan iman dan   pemikiran yang berlandaskan keyakinan   sosial atau modernisasi, ataukah lebih
 Islam dan sebagainya—“gelombang”   umat—“sekularisasi”, “kristenisasi”,   tauhid dan bersifat transformatif–yang   merupakan pemberi jawab yang otentik
 ini ditandai oleh keterlibatan golongan   Westernisasi. Kini pulalah saatnya,   jelas, “agenda” telah teramat padat   terhadap predicament dunia modern?
 terpelajar (“sekuler”) dan generasi   kesadaran sufistik yang literer dan   terpampang di hadapan mata. Terlepas   Ketiga, bagaimanakah doktrin Islam yang
 muda. Kebudayaan—cetak bukan saja   individualistik seakan-akan menaik   pula dari pengakuan akan kenyataan   abadi harus dipahami, apakah secara
 makin penting, karena masyarakat   lagi. Tarekat-tarekat juga tampak subur,   sosial tentang mayoritas umat yang   tekstual ataukah kontekstual? Apakah
 pembaca telah semakin meluas, dan   dan tak kurang pentingnya berbagai   masih “dha’if”, keterlibatan yang makin   sikap dan jawab terhadap masing-
 berbagi sumber pesan (para penghasil   corak eksperinen untuk membentuk   umum dan menyeluruh dalam proses   masing masalah fundamental ini, style
 “teks” dalam proses discouse) dengan   “komunitas alternatif” (yang dianggap   wacana keagamaan semakin merupakan   atau strategi dalam usaha transformatif
 penerima pesan (para pembaca “teks”)   sesuai dengan struktur dan etik Islami)   pandangan sehari-hari. Jika telah begini,   bisa pula berbeda-beda (yang ditolerir
 telah banyak dijembatani melalui karya-  juga dilakukan. Dan biarlah Majlis-majlis   berbagai macam mood atau suasana   bersifat “konstitusional” dan yang
 karya terjemahan, tetapi juga, kini, telah   Ulama–-sebagai bagian dari otoritas   hati dapat pula diperkirakan sewaktu-  dihantam bercorak social movement);
 didampingi pula oleh media elektronik.   yang berlaku– menentukan tingkat   waktu akan muncul di saat ujian tampil   sementara intensitas perasaan atau mood
 Hal-hal ini secara teoritis mempunyai   keabsahan berbagai eksperimen ini.   mengganggu suasana “normal”.  terhadap jawaban pun tak perlu sama.



 94  Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik   95
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112