Page 108 - Final Sejarah Islam Asia Tenggara Masa Klasik
P. 108
Kompleksitas “peta bumi” ini akan sifatnya–maka kesimpulan pertama zaman komputer, makin pendek jarak dan sistem otoritas ditentukan, maka
menjadi jelas jika kita sadari pula bahwa yang bisa ditarik tak lain daripada suatu waktu yang bisa “dinikmati” oleh tentu soal “haram” dan “halal” harus
sikap dan jawaban terhadap masalah- pengetahuan yang telah klise, yaitu sebuah “gelombang”. Dengan kata lain, diperjelas. Begitulah kasarnya. Tetapi
masalah fundamental itu bisa saja bahwa sebagai fenomena sosial, Islam kompleksitas kehidupan dan “peta bumi kini, dominasi politik dan ekonomi
dianut seseorang atau sekelompok orang masih merupakan proses yang terus sosial” pemikiran keagamaan semakin telah berada ditangan kekuasaan asing.
dengan kombinasi yang berbeda-beda. bergerak. Disaat terjadinya peralihan cepat menaik di zaman modern. (tentu “Perbatasan” komunitas seakan-akan
“gelombang”, proses itu seakan-akan saja gejala umum sejarah ini paling telah dijadikan tak berarti. Maka,
Jadi, jika kini banyak tokoh agama dan menggugah keseluruhan komunitas menonjol kelihatan dalam lapangan memang bisa dimengerti juga bahwa
tokoh pemerintahan kadang-kadang umat–menjelang “abad modern” tentu ilmu pengetahuan dan teknologi). keampuhan tradisi dan pranata, yang
merasa gelisah melihat berbagai corak saja bercorak lokal dan terbatas – Namun, timbul juga pertanyaan pada dianggap telah “mewakili” secara utuh
perbenturan umat, hal itu sangat bisa tetapi ketika “suasana normal” telah diri saya, jangan-jangan kelangkaan keharusan doktrinal, dimasalahkan.
dipahami. Sebab “peta bumi” pemikiran kembali, proses itu hanya menyentuh sumber–atau lebih tepat keterbatasan Mengapa kekuatan “kafir” bisa
itu memang cukup rumit. Namun, mereka yang “mendapat panggilan access saya kepada sumber-sumber menginjak–injak kesucian “perbatasan”
semua ini saya kira, memperlihatkan Ilahi”. Kehadiran golongan inilah yang relevan–telah menyebabkan saya komunitas kita? Jadi, bisa dipahami
bahwa kritalisasi pemikiran Islam masih yang memungkinkan terpantulnya tergelincir pada “model” dinamika reformasi yang modernis dan apologis
merupakan proses. Landasan konsensus pemikiran dan renungan keagamaan sosial kultural yang tampaknya muncul. Dan ideologis muncul. Dan
sementara—masih diusahakan. yang kadang-kadang bisa sangat terlalu logis. Bukankah tampat terasa ideologi agamapun terjadi juga.
bercorak kontemplatif dan akademis, terlalu “necis” terjadinya peralihan
dalam kancah kehidupan sosial. Memang ini suatu rentetan peristiwa
Sketsa sebagai Kerangka Dalam situasi ini agama tidaklah lagi yang bermula dai hasrat menciptakan yang runtut juga. Tetapi apakah realitas
Sementara semata-mata tampil sebagai pemberi suatu komunitas kognitif Islami ke sama dengan logika? Masalah ini
“gelombang” kelima, ketika kesemua
adalah salah satu perdebatan dalam
Sebuah sketsa hanyalah gambaran suasana kekudusan yang bisa saja telah unsur dari “gelombang-gelombang” ilmu sejarah. Hanya saja, sebuah sketsa
sementara. Bagi penulisan akademis, menjadi peristiwa sosial yang rutin, sebelumnya terlibat dalam proses memang tak mungkin menangkap
sketsa hanya bisa berperan sebagai tetapi sebagai landasan idnetitas diri wacana? Jika logika akan diikuti, maka dinamika internal yang terjadi dalam
petunjuk bagi pelaksanaan penelitian. dalam menghadapi dunia sosial yang apalagi yang harus dibenahi setelah setiap “gelombang” (lagi-lagi harus
Jadi, sketsa adalah ibarat ikhtisar pluralistik. “perbatasan” komunitas ditentukan diingatkan “gelombang” tak pula
skenario dalam perencanaan pembuatan Meskipun telah terjadi perubahan dan landasan dasarnya diletakkan, lebih daripada suatu analytical devise).
film. Sebagai usaha untuk melukiskan konsep komunitas umat yang secaa jika bukan internalisasi keyakinan dan Sketsa, karena sifatnya, tak bisa
realitas? Tidak! Sketsa tak lebih daripada sosiologis dan politik dirasakan ajaran pada diri pribadi dan sistem menangkap kenyataan terputusnya
indikasi akan adanya sesuatu dan proses sebagai ril dan konkrit–dari “lokal” otoritas? Setelah itu? Maka, bukankah berbagai peristiwa dan terjadinya
dari sesuatu. Namun jika saja sketsa menjadi “nasional”–sketsa di atas ketentuan-ketentuan hukum harus perkembangan yang seperti zigzag.
yang saya berikan di atas mempunyai memperlihatkan juga gejala umum diberlakukan? Setelah komunitas telah Semua kemungkian keterputusan
validitas–betapapun sementara sejarah yang lain. Makin dekat ke terbentuk, internalisasi ajaran terjadi kontinuitas, penyimpangan dari alur
96 Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik Dinamika islam Di asia tenggara: masa klasik 97