Page 105 - UKBM-B. Indonesia-smt 3-dikonversi_Neat
P. 105

BIN – 3.8/ 4.8/ 3 / 1.1







                        “Aku  tahu.  Maksudku,  di  dunia,  kadang,  manusia  yang  satu  dengan  yang  lain
                        memiliki  kemiripan  wajah.  Hanya  satu  yang  membedakan,  sidik  jari.  Jadi,  wajar
                        kalau kau merasa melihat seseorang pada diriku.”


                        “Kau sangat mirip.”

                        “Kita tidak bisa menggeneralisir semua hal hanya dari tampilan fisik yang sampai
                        pada mata. Indra bisa menipu. Sendok yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air
                        bisa kelihatan bengkok, padahal tidak. Wajah lebam atau benjol belum tentu habis
                        dianiaya. Boleh jadi baru selesai operasi wajah.”

                               Aku terkekeh. Ingatanku langsung meloncat pada seorang perempuan yang
                        diberitakan  telah  dianiaya  hanya  karena  wajahnya  lebam-lebam,  padahal  setelah
                        ditelisik, menurut pengakuannya, ternyata baru selesai operasi plastik. “Nyatanya,”
                        kataku sambil melirik bentuk matanya yang indah, “kita lebih sering tertipu oleh apa
                        yang sampai pada mata. Aku setuju denganmu. Apa yang terlihat tidak selalu seperti
                        itu.”


                        “Indra bisa menipu, tapi akal tidak.”

                        “Tunggu, tunggu, tunggu…” Aku memotong kata-katanya. “Jika semua orang berpikir
                        seperti  itu  maka  tidak  akan  ada  orang  yang  percaya  pada  indra.  Manusia  akan
                        berbondong-bondong  menuhankan  akal.  Apa  yang  tidak  sesuai  dengan  akal  akan
                        diragukan kebenarannya.”

                        “Indra  dan  akal  hanya  alat  untuk  memastikan  kebenaran.  Apakah  benar  laut
                        berwarna  biru?  Jangan-jangan  warna  laut  itu  bukan  yang  sebenarnya.  Yang
                        sebenarnya, barangkali, adalah pantulan warna langit.”


                               Aku  mengangguk-angguk.  Kami  kembali  menikmati  pertunjukan.  Kupikir
                        akan  segera  selesai,  tapi  ternyata  tidak.  Anehnya,  pikiranku  tidak  bisa  lepas  dari
                        perempuan itu Selain memiliki wajah cantik dan penge tahuan luas, dia juga cukup
                        mudah  diajak berdiskusi, meskipun sebenarnya  aku tidak terlalu suka  berdiskusi.
                        Semakin  memikirkannya  pikiranku  melambung  semakin  jauh.  Terutama  tentang
                        seorang  perempuan  yang  selalu  duduk  di  dekat  jendela  dan  kulihat  bersemayam
                        dalam dirinya.

                        “Kau masih  berpikir  bahwa  aku  mengingatkanmu  pada  seseorang?”  Dia  menoleh,
                        memastikan aku mendengar kata-katanya, lalu memalingkan wajah ke panggung.


                        Aku tidak bisa untuk bilang tidak. “Bukan hanya mengingatkan, tapi kau mirip sekali
                        dengannya.”

                        “Sudah  kubilang,  wajahku  pasaran.  Yang  memiliki  bentuk  wajah  sepertiku  pasti
                        banyak, tidak hanya aku.”










                                                              105
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110