Page 122 - UKBM-B. Indonesia-smt 3-dikonversi_Neat
P. 122
BIN – 3.9/ 4.9/ 3 / 1.1
menggunakan mesin ketik, yang mengeluarkan suara-suara keras saat huruf-
hurufnya ditekan. Dua perempuan, yang bertindak sebagai tokoh figuran dan
sengaja tampil dengan ekspresi wajah dungu, duduk di lantai dengan rambut
keriting yang dibiarkan terurai tak beraturan.
Para penonton sangat serius menghunjamkan tatapan ke panggung. Apakah
mereka benar-benar menikmati pertunjukan atau sekadar mencairkan kebekuan-
kebekuan setelah seharian mendekap di dalam kantor, aku tidak tahu.
Penonton yang berdiri di sisi kanan semakin merangsek maju saat Gomblo
berhenti mengetik, turun dari panggung, mondar-mandir memelototi penonton
seraya berkelakar tentang nasib tak beruntung yang kerap menerpa para pekerja
sastra.
“Mau?” Perempuan itu menawarkan roti yang masih terbungkus plastik.
“Terima kasih.” Aku menatap wajahnya.
“Wajahmu mengingatkanku pada seseorang.”
“O, ya?” Dia menoleh. Matanya mengabarkan bahwa dia tidak percaya dengan apa
yang kukatakan. “Wajahku memang pasaran.”
“Aku tidak bilang begitu.”
“Aku tahu. Maksudku, di dunia, kadang, manusia yang satu dengan yang lain
memiliki kemiripan wajah. Hanya satu yang membedakan, sidik jari. Jadi, wajar
kalau kau merasa melihat seseorang pada diriku.”
“Kau sangat mirip.”
“Kita tidak bisa menggeneralisir semua hal hanya dari tampilan fisik yang sampai
pada mata. Indra bisa menipu. Sendok yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air
bisa kelihatan bengkok, padahal tidak. Wajah lebam atau benjol belum tentu habis
dianiaya. Boleh jadi baru selesai operasi wajah.”
Aku terkekeh. Ingatanku langsung meloncat pada seorang perempuan yang
diberitakan telah dianiaya hanya karena wajahnya lebam-lebam, padahal setelah
ditelisik, menurut pengakuannya, ternyata baru selesai operasi plastik. “Nyatanya,”
kataku sambil melirik bentuk matanya yang indah, “kita lebih sering tertipu oleh apa
yang sampai pada mata. Aku setuju denganmu. Apa yang terlihat tidak selalu seperti
itu.”
“Indra bisa menipu, tapi akal tidak.”
“Tunggu, tunggu, tunggu…” Aku memotong kata-katanya. “Jika semua orang berpikir
seperti itu maka tidak akan ada orang yang percaya pada indra. Manusia akan
122