Page 90 - UKBM-B. Indonesia-smt 3-dikonversi_Neat
P. 90
BIN – 3.8/ 4.8/ 3 / 1.1
Saya menggeleng. Ibu mendesah. Andai ibu tahu untuk dua hari ini saja saya
harus dinas dari pagi bertemu pagi. Merapel jadwal hingga membuat lutut
rasanya sulit berdiri.
“Ya sudah, kau istirahat dulu. Esok subuh kita belanja bahan membuat
gangan ke pasar.”
***
Lantai dapur mendadak penuh oleh jagung, ubi kayu, kacang panjang, waluh,
aneka bumbu, dan umbut kelapa. Bahan terakhir ini yang paling mahal di
antara lainnya. Mungkin karena demi mendapatkannya harus
menumbangkan sebatang kepala. Merelakan mayang tak berkembang
menjadi puluhan buah.
Sementara ibu mempersiapkan sayuran, saya dimintanya mengolah bumbu.
Namun, belum apa-apa sudah terdengar suaranya menyela.
“Bukan begitu cara memecah kemiri, nanti hancur!”
“Memang apa bedanya, Bu? Toh, sama-sama akan dihaluskan juga.” Saya
menyanggah. Ibu menggeleng.
“Kau tahu setiap manusia ini akhirnya akan mati dan hancur dalam tanah
kan?”
Saya mengangguk lantas berucap, “Lalu, apa hubungannya dengan cara
memecah kemiri?”
“Kalau sudah tahu akan mati dan hancur, apa sembarangan juga
perlakuanmu saat mengeluarkan bayi dari perut ibunya?”
Saya diam. Tanpa menyanggah saya saksikan ibu memecah kemiri.
Gerakannya hati-hati sekali. Persis seperti menolong bayi memecah gelap
rahim menuju bumi. Mula-mula ibu menjepit kemiri dengan telunjuk dan
jempol, lalu ulekan ia ketukkan sehingga terdengar suara kulit keras yang
rekah. Ibu kemudian melebarkan rekahan dengan ujung pisau hingga
terpisah.
Hasilnya sebiji kemiri yang utuh dan bersih. Saya menerimanya dari tangan
ibu dengan takjub. Bagai sekolah lagi, saya ditun tun melalui satu per satu
proses memasak sayur ini. Proses mengolah bumbu menjadi terpenting
menurut ibu, terlihat dari caranya menerangkan satu demi satu.
90