Page 14 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 DESEMBER 2018
P. 14
Ironis, ternyata masih banyak ditemui perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja
atau pegawai pada program BPJS Ketenagakerjaan, atau sudah mendaftarkan tetapi
justru hanya sebagian tenaga kerja, sebagian program yang didaftarkan, bahkan
sebagian upah atau gaji yang dilaporkan seperti kasus pilot dan co pilot Lion Air JT
610 yang meninggal akibat kecelakaan pesawat pada 29 Oktober 2018.
Gaji pilot yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan hanya Rp3,7 juta dan sementara
gaji co pilot lebih besar yaitu Rp20 juta. Hal tersebut menunjukkan ada yang salah
pada pelaporan dan merugikan keluarga pekerja yang ditinggalkan karena manfaat
JKK yakni 48 kali gaji atau upah yang dilaporkan.
Besarnya upah yang dilaporkan oleh pemberi kerja sangat menentukan besarnya
manfaat yang diterima oleh pekerja atau ahli waris dari pekerja. Semakin besar upah
yang dilaporkan, maka semakin besar manfaat yang diterima demikian sebaliknya
semakin kecil upah yang dilaporkan maka semakin kecil manfaat yang diterima.
Jika mengacu dari kasus pilot Lion Air JT 610 tersebut, maka manfaat JKK yang
diperoleh 48 kali gaji yang dilaporkan yakni hanya mendapatkan 48 x Rp3,7 juta
rupiah. Padahal data Asosiasi Pilot Garuda (APG) menyebutkan rata-rata gaji pokok
pilot asing di Indonesia paling rendah sekitar Rp77,4 juta rupiah, maka seharusnya
ahli waris bisa mendapat 48 x Rp77,4 juta rupiah.
Hal tersebut tentu sangat merugikan keluarga pekerja yang ditinggalkan, karena
ditinggalkan oleh tulang punggung keluarga atau pencari nafkah di keluarga pekerja,
sehingga bisa mengalami dampak secara ekonomi yang sangat signifikan.
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Pekerja yang tidak mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan baik itu
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun, berpotensi memiliki risiko yang lebih besar, memiliki
perasaan was-was terhadap segala kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, dan
hal tersebut dapat melahirkan ketegangan dan menimbulkan hubungan industrial
yang tidak harmonis.
Menurut pemerhati jaminan sosial ketenagakerjaan Dwi Maryoso hubungan industrial
yang tidak harmonis tersebut akan mudah menimbulkan masalah seperti perselisihan
antara pekerja dan pengusaha, mogok kerja, demonstrasi, dan hal lain yang dapat
merugikan perusahaan atau pemberi kerja.
Perusahaan tidak hanya was-was dengan berbagai kemungkinan yang terjadi seperti
beban saat pekerja sakit atau meninggal dunia, tetapi perusahaan juga akan banyak
"memakan" waktu, energi, dan biaya jika kemudian dari pihak keluarga membawa
kasus pemberi kerja yang mendaftarkan sebagian baik itu tenaga kerja, program,
maupun upah ke ranah hukum.
Pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan juga memiliki banyak ancaman sanksi administrasi sesuai dengan
Page 13 of 102.