Page 100 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPERIALISME DAN KOLONIALISME DI KALTIM
P. 100
memperkokoh kesatuan antara rakyatnya dengan suku Bugis
dan orang-orang Sulu. Raja Alam beristana di Batu Putih
(di Kecarnatan Talisayan sekarang). Di daerah itu banyak ber-
mukim pejuang-pejuang Bugis, yang disebut Belanda bajak
laut. Persekutuan raja Alam ini dengan suku Bugis semakin
erat, karena raja Alam kawin dengan Andi Nantu putri Pange-
ran Petta dengan Aji Bungsu putri Aji Pati Tuha Raja Kutai.
Seorang anak dari Pangeran Petta ini menjadi Pangeran Mang-
ku bumi kerajaan Kutai. Anak perempuan dari raja Alam de-
ngan isterinya putri Bugis ini ternama Pangeran Ratu Ammas
Mira kawin dengan Syarif Dakula pemimpin bangsa Sulu yang
juga memperkuat pertahanan raja Alam di Batu Putih.
Baik raja Alam dengan segenap rakyatnya, mau pun pe-
juang-pejuang suku Bugis dan orang Sulu, sudah bertekad bulat
tidak menerima bangsa Belanda sebagai yang dipertuan di ta-
nah air mereka. Menurut pendirian dan kepercayaan mereka
bangsa Belanda adalah penjajah yang tergolong orang kapir.
Setelah pemerintah Hindia Belanda dapat mematahkan per-
lawanan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 dengan me-
minta korban yang sangat besar, mereka mulai mengalihkan
perhatiannya untuk menghadapi perlawanan raja-raja dan rak-
yat di luar pulau Jawa.
Selain dari perlawanan rakyat di Nusantara Belanda
kwatir terhadap orang-orang lnggeris yang bermaksud hendak
meluaskan pengaruhnya di Kalimantan Timur, seperti James
Brooke di Kalimantan Utara dan kemudian oleh Kapten laut
lnggeris E. Belcher yang pada tahun 1834 dan 1848 dengan
kapal perang dengan lima perahu pinis ke Berau dan Bu-
lungan .8 Oleh karena itu Belanda memberikan prioritas per-
tama untuk menundukkan Berau yang bersekutu dengan
pejuang-pejuang Bugis, Wajo dan Sulu.
Perlawanan kerajaan Berau ini, dipimpin oleh raja Alam
dari . kerajaan Sambaliung. Raja Alam mempunyai istana di
8. J. Hageman, op. cit, hal.104
91