Page 189 - [210126] Laporan Akhir Riset Active Defense (Book View)
P. 189
Rekomendasi Rekomendasi
(pahit) dan tak terhindarkan bahwa sampai saat ini, kesulitan utama untuk para eks-lapas pemerintah, lewat BNN tentunya, adalah dengan menentukan skala ukuran keberhasilan
dan eks-rehab ini untuk bisa kembali ke masyarakat (reintegrasi) justru adalah stigma rehabilitasi yang disepakati secara bersama, dan kemudian memberlakukannya itu
masyarakat itu sendiri yang menerapkan sistem diskriminasi, prasangka, dan bahkan bagi semua penyelenggara rehabilitasi. Jadi, silakan untuk menggunakan metodenya
penolakan. Tentu ini adalah hal yang harus dipecahkan juga. Namun untuk jangka pendek, masing-masing, namun semuanya tetap harus berorientasi pada capaian kekambuhan
sembari upaya-upaya destigmatisasi ini digencarkan, pertahanan ekonomi harian para yang rendah yang indikatornya ditentukan dan disepakati secara nasional. Bahkan, jika
eks ini adalah krusial untuk diprioritaskan. Strategi ekonomi kolektif berbasis komunitas diperlukan, ketiga lembaga bisa mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang
eks-lapas dan eks-rehab ini bisa menjadi solusi. standar rehabilitasi nasional dalam kerangka P4GN dan Pertahanan Aktif. Jadi, apapun
Kemnaker, Kemendes dan Kemenkop UKM dapat digandeng untuk merancang metodenya, indikator tetap satu.
bersama program ini. Dengan kemnaker, pelatihan work skills dilakukan. Sementara Selain indikator capaian, usulan penataan lain yang tidak menyentuh metode dan
dengan Kemendes dan Kemenkop UKM, dana-dana untuk pemodalan awal usaha program yang notabene adalah dikembalikan pada masing-masing penyelenggara adalah
bersama bisa dikucurkan. Baik itu dilakukan di daerah rural maupun di daerah perkotaan. pada orientasinya, pada “marwahnya”. BNN perlu mengusulkan rancangan sistematis
Pendampingan manajemen usaha perlu dilakukan, itulah mengapa BNN perlu untuk program dan strategi rehabilitasi secara nasional dengan berpusatkan pada manusia
menggandeng kementerian terkait yang memang lebih berkapasitas—bahkan memang (human-centred intervention). Perancangan ini melibatkan seluruh pegiat, praktisi, peneliti,
bertugas—untuk ini. dan juga penyelenggara balai rehabilitasi. Untuk ini, BNN perlu mengonsolidasikan
seluruh elemen dan pemangku kepentingan dalam bidang rehabilitasi agar sepakat untuk
membuat program yang berbasis luaran dan capaian terukur.
8.2.7. Paket Ide 5: Konsolidasi Capaian Untuk paradigma yang human-centred, BNN direkomendasikan untuk mengeksplorasi
Strategis Rehabilitasi Nasional alternatif model bagi adiksi selain model “penyakit otak” (brain disease) yang banyak
terbukti justru kontraproduktif, menuju model “neurodevelopmental-learning” yang
mulai banyak dipakai secara global, baik secara akademis maupun praktis/klinis. Bisa
Sudah banyak dikeluhkan soal penataan rehabilitasi narkoba yang terbagi antara dimulai dengan menyelenggarakan kajian dan konferensi adiksi lintas-disiplin (kesehatan
tiga lembaga pemerintah skala nasional: Kemensos, Kemenkes, dan BNN. Penataan soal masyarakat, kesejahteraan sosial, psikologi, neurosains, sosiologi, antropologi, dst.),
ini tentu harus menjadi prioritas, khususnya dalam revisi UU Narkotika yang sedang maupun mengundang pakar (mis. Marc Lewis) untuk memberi workshop dan memandu
digodok. Namun demikian, selain soal tata kelembagaan, hal yang menurut kami juga tidak pengembangan teknik dan instrumen terapi berikut pengukuran capaian rehabilitasi
kalah krusialnya adalah penataan konten dari program rehabilitasinya. Beragamnya balai secara nasional. Program rehabilitasi yang terkonsolidasikan secara nasional ini kemudian
rehab dengan indukkannya yang bermacam-macam (di ketiga lembaga tadi), berdampak di-upscale se-high-profile mungkin untuk juga menjadi program yang bisa dibawa ke forum
pada beragamnya pula metode-metode yang dilakukan. Namun demikian, ironisnya, kawasan, dan bahkan mengajak partisipasi ke dalam semacam platform komunikasi untuk
sekalipun beragam metodenya, satu kesamaan yang diakui hampi secara aklamasi: rehabilitasi Asia Tenggara. Dengan begini, kerjasama people-to-people dapat terwujud, dan
angka kekambuhan yang tinggi. (Perlu diperhatikan juga bahwa terma “tinggi” di sini lebih satu lagi skor diplomasi kultural Indonesia dicetak.
merujuk pada perkiraan, karena memang kami sendiri gagal menemukan standar ukuran
yang jelas dan yang menjadi rujukan untuk mengukur tingkat kekambuhan ini). Sehingga
menjadi urgen untuk merapatkan barisan pegiat dan penyelenggara rehabilitasi untuk
bersama-sama menekan angka kekambuhan ini sampai titik terendah, bahkan nol.
Jika upaya untuk menyeragamkan metode rehabilitasi ini agak susah—seperti yang
disampaikan keraguannya oleh banyak informan kami, maka upaya yang bisa dilakukan
174 Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) 175
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika