Page 15 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 15

Jawab  atas  pertanyaan  hipotetis  ini  tidak  mungkin  didapatkan,
                karena tidak lama setelah kritik pedas itu dilancarkan van Leur, Perang
                Dunia  II,  yang  bermula  di  Eropa,  telah  melebarkan  sayapnya  ke  Asia
                dan menjadi Perang Pasifik yang  dahsyat juga. Van Leur sendiri tewas
                dalam perang yang terjadi di Laut Jawa. Dalam suasana perang inilah
                ―Hindia  Belanda‖  akhirnya  dipaksa  takluk  pada  kehebatan    militer  dan
                semangat bushido balatentara Dai Nippon (1942). Setelah tiga setengah
                tahun  mengalami  penderitaan  fisik  dan  ekonomi  di  bawah  kekuasaan
                militerisme  Jepang,  tetapi  sempat  juga  ditempa  oleh  semangat
                kemiliteran, ―fajar kemerdekaan pun menyingsing‖ (jika   gaya bahasa di
                masa  itu  boleh  ditiru  juga).  Setelah  lebih  dulu  memperdebatkan
                berbagai hal tentang landasan filosofis dan konstitusional dari negara –
                bangsa yang ―dijanjikan Dai Nippon‖, akhirnya –tanpa pertolongan bala
                tentara Jepang-- Proklamasi Kemerdekaan pun dikumandangkan.
                        Tidak  lama  kemudian  bangsa  Indonesia  pun  dengan  penuh
                percaya   diri   bergumul   dalam   perjuangan   ―hidup   dan   mati‖   ketika
                Revolusi     Nasional     telah     dicanangkan.   Bukankah  Proklamasi
                Kemerdekaan  bangsa,  yang  diproklamirkan  tanggal  17  Agustus  1945,
                harus dipertahankan dengan ―darah dan air mata‖ ? Tiba-tiba Surabaya
                bukan lagi sekedar nama sebuah kota yang terletak di pantai Utara Jawa
                Timur dan bahkan tidak pula hanya diketahui sebagai nama kota nomer
                dua  terbesar  di  Indonesia  tetapi  telah  menjadi  simbol  dari  aktualitas
                semboyan  ―merdeka   atau   mati‖.   Dalam   masa   penuh   gejolak   hasrat
                kemerdekaan ini kekuatan kolonialisme berhasil juga membentuk sekian
                banyak  apa  yang  disebut  ―negara-bagian‖  –  kesemuanya     tampil
                sebagai antitesis terhadap kehadiran Republik Indonesia. Di suatu saat
                hampir  semua  pucuk  pimpinan  Republik—berada  dalam  tawanan
                tentara Belanda. Tetapi  untung juga Sjafruddin Prawiranegara berhasil
                mendirikan  dan  memimpin  Pemerintah  Darurat  Republik  Indonesia
                (PDRI) di Sumatra Barat .
                        Di saat perjuangan gerilya telah semakin memperlihatkan harga
                dirinya  Dewan  Keamanan,  PBB,  akhirnya  berhasil  membujuk  Republik
                Indonesia dan kerajaan Belanda untuk duduk di meja perudingan demi
                terwujudnya     perdamaian.    Setelah   mengadakan      perundingan
                pendahuluan  maka  Konferensi  Meja  Bundar  (KMB)  pun  diadakan  di
                Den Haag. Akhirnya-- pada tanggal 27 Desember 1949-- apa yang secara
                resmi disebut ―souvereniteit overdragt‖ –penyerahan kedaulatan-
                -    tetapi    dipopulerkan    Presiden    Sukarno    sebagai         ―pengakuan



                                                                                   3
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20