Page 128 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 128
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Lammeulo adalah salah satu pusat perlawanan kaum uleebalang
terhadap republik. Di daerah itulah rapat pertama yang diikuti oleh
banyak uleebalang dalam upaya mengembalikan posisi politik mereka
(seperti di zaman Belanda) dilakukan. Di daerah itu pula rapat besar
uleebalang ditegaskan bahwa mereka akan mendukung berkuasanya
Belanda kembali. Di daerah itu pulalah dibentuk sebuah organisasi yang
dinamakan BPK (Barisan Penjaga Keamanan) yang dipimpin Teuku
Cumbok, sebuah organisasi yang bertujuan menghabisi rakyat yang
tidak setuju dengan mereka, merampok harta benda rakyat untuk
kepentingan perjuangan mereka, serta menangkapi atau menghabisi
rakyat atau pemimpin rakyat yang mendukung republik.
Aksi pengkianatan para uleebalang dilakukan di banyak tempat,
antara lain di Sigli, Bireun, Idi dan bebagai tempat lainnya. Aksi nyata
mereka antara lain ditandai dengan menduduki Sigli, melakukan
penangkapan dan pembunuhan terhadap rakyat. Aksi-aksi tersebut
mulai semakin agresif pada awal Desember. Mereka juga berusaha agar
tentara Jepang menyerahkan senjatanya kepada mereka. Di samping itu
mereka melakukan aksi penembakan liar sehingga menyebabkan
jatuhnya korban jiwa di pihak rakyat pendukung republik.
Aksi pengkianatan terhadap republik dilakukan oleh hampir
semua uleebalang di kabupaten-kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur,
Aceh Besar, Aceh Tengah dan Aceh Barat. Bahkan pada awal Feburari
1946, Uleebalang di Aceh Utara dan Aceh Tengah melakukan aksi besar
menyerang rakyat, yang katanya dilakukan sebagai pembalasan
terhadap aksi rakyat yang membasmi kaum uleebalang.
Kaum bangsawan setingkat uleebalang, yang menjadi ujung
tombak pemerintahan Belanda di daerah-daerah lain di Sumatera,
seperti para penghulu yang menduduki posisi Angku Palo (Kepala
Nagari) di Sumatera Barat, Kepala Kuria di Tapanuli, Pesirah di
Palembang, dan Batin di Jambi, juga banyak yang merasa senang
dengan kembalinya Belanda. Namun kadar keberpihakan mereka
kepada mantan bos mereka itu tidak sekuat uleebalang, sehingga aksi
yang mereka lakukan nyaris tidak berkesan. Bahkan di Tapanuli, para
raja dan kepala kuria mundur dengan segera dan menyatakan menjadi
―rakyat‖ pada awal 1946.
Di samping menghadapi kaum bangsawan dengan senjata, serta
melakukan revolusi sosial yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa,
116