Page 123 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 123
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sebelumnya, tanggal 10 Oktober tetara sekutu masuk kota
Padang (melalui pelabuhan Emmahaven atau Teluk Bayur). Mereka
datang dengan 12 buah kapal dan terdiri dari pasukan Inggris dan
Gurkha. Pada waktu awal kedatangan, mereka disambut baik oleh para
petinggi daerah. Tidak itu saja, untuk membantu pendaratan
(membongkar muatan kapal) Residen Syafei bahkan mengirim 300-an
73
pemuda. Sayangnya, masih dalam proses pendaratan tersebut hampir
terjadi insiden perkelahian atau pertempuran antara tentara sekutu
dengan para pemuda (warga Padang), karena tentara sekutu
menurunkan bendera merah putih yang tengah berkibar dan
menggantinya dengan bendera Inggris. Kejadian yang lebih buruk bisa
diatasi karena adanya campur tangan petinggi Sumatera Barat. Hanya
saja, dari pasukan sekutu yang baru datang, juga ikut membonceng
tentara NICA, dan inilah yang kemudian menjadi pangkal bala bagi
hubungan sekutu dengan warga Padang khususnya dan pemerintahan
74
Keresidenan Sumatera Barat umumnya. Apalagi, dalam kenyatannya,
tentara NICA kemudian sering memprovokasi dan membikin ulah
sehingga menyebabkan terjadinya sejumlah bentrokan dengan warga
Sumatera Barat.
Kejadian yang sama juga terjadi di hampir seluruh Keresidenan
di Sumatera. Hampir semua keresidenan dan warga daerah itu
menyambut kedatangan sekutu dengan baik. Namun karena adanya
NICA dan juga ulah sebagian anggota pasukan sekutu yang mencederai
perarasaan warga Sumatera, maka bentrokan fisik tidak bisa diihindari.
75
Sebagaimana yang telah disebut sebelumnya, sebagian
orang/bangsa Tionghoa tidak menginginkan Indonesia merdeka. Mereka
menginginkan Indonesia diserahkan kepada Tentara Tiongkok. Karena
itu segera setelah pengumuman menyerahnya Jepang, banyak pemuda
atau orang Tionghoa yang mengibarkan bendera Kuomintang dan
mengelu-elukan Tiongkok. Reaksi seperti ini sangat nampak di
Pakanbaru, dimana orang Tionghoa di kota itu banyak yang
mengibarkan bendera Kuomintang di rumah dan kapal serta tongkang
milik mereka. Beberapa waktu kemudian, kapal-kapal dan perahu-
perahu milik Tionghoa bahkan tidak mau lagi diperiksa oleh duane atau
polisi republik, serta tidak mau singgah di Siak dan kampung-kampung
lainnya. Aksi ini menyebabkan tersendatnya dan terganggunya lalu-
lintas orang dan barang serta sangat merugikan masyarakat dan
76
daerah. Aksi yang sama juga terjadi Aceh, Jambi, Medan, dan
Palembang. Banyak Tionghoa di Medan yang merasa senang dengan
kalahnya Jepang dan sangat berharap tentara Tiongkok lah yang akan
111