Page 126 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 126

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                menerima  Brondgeest,  komandan  ―pasukan  penyusup‖  Belanda  yang
                pertama  kali  masuk  ke  Sumatera  Timur.  Tidak  itu  saja,  para  sultan
                tersebut dan sejumlah petinggi kerajaan serta mantan pegawai Belanda
                lainnya  menegaskan  kepada  Brondgeest,  bahwa  mereka  akan
                                                                               80
                bekerjasama Belanda dan mendukung kehadiran Belanda kembali.
                        Bukti  keberpihakan  raja  dan  keluarga  raja  terhadap  hadirnya
                kaum  kolonialis  juga  terlihat  tindakan  mereka  yang  melecehkan
                pemerintah republik. Pelecahen tersebut dilakukan pada saat penobatan
                Sultan Langkat. Pada waktu itu wakil-wakil Belanda, sekutu dan Jepang
                ditempatkan di tempat terhormat, sedangkan Gubernur Sumatera Mr.
                T.M.  Hasan  dibiarkan  duduk  dan  bergabung  dengan  undangan
                                       81
                masyarakat kebanyakan.  Dalam biografinya, T.M. Hasan menyebutkan
                penghinaan  itu  dilakukan  pada  saat  meninggalnya  Sultan  Deli  yang
                bernama  Amiluddin  Sani  Perkasa.  Pada  saat  itu,  pelecehan  terhadap
                republik  dilakukan  dengan  hanya  menempatkan  Gubernur  Sumatera
                (T.M. Hasan) duduk di salah satu sudut (pojok) ruangan istana saja, di
                sisi lain keluarga Sulltan Deli yang menerima utusan Belanda dan Jepang
                dengan  penuh  hormat,  menempatkan  mereka  di  tempat  kehomatan
                (panggung  utama),  serta  juga  ditandai  dengan  pengibaran  bendera
                Belanda setengah tiang di depan istana.
                                                      82
                        Sultan Deli yang baru diangkat (Sultan Osman) juga mengingkari
                proklamasi  dan  mengharapkan  perlindungan  sekutu  atas  istananya  di
                Medan.  Dia  tetap  bersikap  angkuh  terhadap  republik  dengan
                mengatakan  bahwa  konstitusi  republik  akan  menempatkan  daerahnya
                di  bawah  dominasi  Jawa.  Sebaliknya,  dia  menginginkan  adanya
                hubungan  langsung  dengan  Kerajaan  Belanda  di  bawah  seorang
                komisaris. Dia menginginkan agar raja-raja (kerajaan-kerajaan Melayu di
                                                               83
                Sumatera Timur) berada di luar negara Indonesia.
                        Sikap dan perlakukan raja dan keluarga raja inilah yang akhirnya
                menimbulkan  aksi  rakyat  terhadap  hampir  semua  raja  dan  keluarga
                kerajaan  di  Sumatera  Timur  pada  bulan  Maret  1946.  Pada  saat  itu
                terjadi revolusi sosial yang ditandai dengan pembunuhan keluarga raja
                dan  tuntutan  penghapusan  kerajan  di  daerah  itu.  Menurut  Anthony
                Reid  ada  banyak  raja  dan  kelurga  raja  yang  terbunuh  dalam  revolusi
                tersebut.
                        Perlu juga dicatat, tidak semua raja dan keluarga kerajaan yang
                mengkhianati proklamasi. Ada juga di antara mereka yang mendukung



                114
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131