Page 50 - E-MAGAZINE JILID 1
P. 50
yang terlibat. Proses ini menyebabkan perubahan konformasi reseptor dan mempengaruhi
permeabilitas membran postsinaptik terhadap ion.
5. Potensial Postsinaptik: Interaksi antara neurotransmiter dan reseptor mengubah keadaan ionik
membran postsinaptik. Jika neurotransmiter adalah eksitatorik, seperti glutamat, ia akan
mempengaruhi saluran ion untuk membuka dan memungkinkan masuknya ion positif, seperti
+
2+
natrium (Na ) atau kalsium (Ca ). Ini menyebabkan depolarisasi, yaitu perubahan positif dalam
potensial membran postsinaptik. Jika neurotransmiter adalah inhibitorik, seperti asam gamma-
aminobutirat (GABA), ia akan mempengaruhi saluran ion untuk membuka dan memungkinkan
-
masuknya ion negatif, seperti klorida (Cl ). Ini menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu perubahan
negatif dalam potensial membran postsinaptik.
6. Potensial Aksi di Neuron Penerima: Jika depolarisasi mencapai ambang potensial, potensial aksi
dapat terpicu di membran postsinaptik neuron penerima. Potensial aksi ini akan menjalar
melalui neuron penerima dan menghasilkan transmisi sinyal ke sel-sel saraf berikutnya atau ke
sel efektor.
7. Penghancuran Neurotransmiter: Setelah transmisi sinyal terjadi, neurotransmiter yang ada di
celah sinaptik harus dihancurkan atau dihilangkan untuk menghentikan sinyal. Ini dilakukan
untuk mencegah terus berlanjutnya pengaruh neurotransmiter pada membran postsinaptik.
Terdapat beberapa mekanisme penghancuran neurotransmiter, seperti enzim yang
menghancurkan neurotransmiter seperti monoamin oksidase (MAO) atau asetilkolinesterase
(AChE). Enzim ini menguraikan neurotransmiter menjadi zat yang tidak aktif secara biologis.
8. Reuptake: Beberapa neurotransmiter dapat diambil kembali oleh neuron pengirim melalui
proses reuptake. Dalam reuptake, transporter khusus di membran presinaptik menangkap
kembali neurotransmiter yang tersisa dalam celah sinaptik dan mengambilnya kembali ke
dalam neuron pengirim. Hal ini memungkinkan untuk penggunaan ulang neurotransmiter
tersebut dalam transmisi sinyal selanjutnya.
9. Difusi: Beberapa neurotransmiter juga dapat mengalami difusi keluar dari celah sinaptik.
Setelah pengaruhnya pada reseptor sinaptik selesai, neurotransmiter ini bisa berdifusi secara
pasif keluar dari celah sinaptik ke dalam lingkungan sekitarnya.
10. Modulasi Sinapsis: Sinapsis dapat mengalami modulasi atau penyesuaian kekuatan transmisi
sinyal. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, seperti perubahan jumlah reseptor
sinaptik, modifikasi sensitivitas reseptor, atau regulasi pelepasan neurotransmiter. Modulasi
sinapsis memungkinkan pengaturan dan pengendalian yang fleksibel terhadap sinyal dan dapat
mempengaruhi kekuatan dan efisiensi transmisi sinaptik.
Setelah tahap-tahap ini, neuron penerima akan melanjutkan pemrosesan sinyal yang
diterimanya, dan transmisi sinyal akan berlanjut ke neuron-neuron berikutnya dalam rangkaian
yang lebih kompleks dari jaringan saraf. Sinapsis adalah proses yang sangat dinamis dan penting
dalam sistem saraf, memungkinkan komunikasi dan integrasi informasi yang kompleks untuk
menjalankan fungsi-fungsi saraf yang beragam.
Electronic Magazine (Biozone): Sistem Koordinasi, Jilid 1 | 43