Page 156 - Tadabbur 10 Qiraat Sural Al Mulk
P. 156
Fiqih ibadah sangat diperlukan untuk mengukur nilai ibadah secara
kuantitatif sehingga manakala ditemukan ada kesalahan secara lahir
maka diharap segera dapat diperbaiki. Ilmu Fiqih bukan satu-satunya
cara untuk menilai hakikat ibadah sebab ibadah dalam Islam adalah
hubungan hamba dengan Allah. Pada saat seorang hamba
melaksanakan ibadah tiada yang mengetahui hakikat ibadahnya selain
Allah. Kekurangan seseorang dalam ilmu fiqih boleh jadi tertutupi
dengan kelebihannya dalam rasa harap dan takutnya. Sehingga dia
dapat menikmati ibadah dengan adanya rasa harap dan menikmati
khusyu karena ada rasa takut.
Mungkin muncul pertanyaan: ibadah siapakah yang lebih dekat
untuk diterima di sisi Allah, apakah ibadah ahli fikih yang kurang khusyu’
atau ibadah muridnya yang meraih khusyu’ karena semata-mata
mengharap rahmat dari Arrahman, dan merasa takut tidak diterima
karena mengakui belum banyak tahu tentang sunnah?.
Mungkin sementara orang berkata: jika kurang pengetahuan
tentang ilmu fikih bagaimana mungkin ibadahnya sesuai dengan
sunnah, ibadah yang tidak sesuai sunnah adalah bid’ah, setiap bid’ah
adalah dhalalah, dan setiap dhalalah finnar (di neraka)?
Allah Maha Mengetahui kesungguhan seorang hamba dalam
belajar. Ketika dia menyadari akan kekurangannya dalam ilmu syar’i
lalu dia serahkan segalanya kepada Allah, dia tidak pernah ikut campur
menilai amal dengan ilmunya, karena menyadari bahwa ilmunya sangat
sedikit dan masih jauh untuk dapat mengetahui ukuran amalnya, dia
tidak memandang amalnya sudah baik karena menyadari masih dalam
tahap belajar, namun dia yakin bahwa Allah Mahaadil. Jika amal
ibadahnya masih jauh untuk layak diterima karena banyak kekurangan,
151

